Rabu, 31 Desember 2008

Dua Doa Untuk Palestina

assalaamu’alaikum wr. wb.


Menarik dan kadang-kadang memilukan, milis-milis kini penuh dengan berita tentang Palestina. Berita aktual tentang keadaan Palestina, terutama Jalur Gaza, bisa diakses dimana-mana. Yang seru justru perdebatan mengenai cara menyikapi kondisi di negeri itu. Entah bagaimana, umat Islam pun terbelah dalam menentukan sikap.


Mayoritas umat Islam tentu mengutuk keras kebiadaban pasukan Zionis belakangan ini. Tapi ada sebagian kecil orang yang malu-malu menentukan sikap (barangkali karena takut disebut sebagai manusia tak berperasaan). Mereka juga menyayangkan kelakuan (baca : kebinatangan) kaum Zionis, namun dengan berbagai embel-embel. Gus Dur, misalnya, sebagaimana Presiden Palestina sendiri, berpendapat bahwa HAMAS perlu mencari garis perjuangan yang tidak menggunakan cara-cara kekerasan, agar tidak dijadikan alasan oleh pihak Zionis untuk mengadakan serangan balasan. Sebagian pihak yang lain mengaku prihatin dengan keadaan di Palestina, namun menganggap bahwa keinginan umat Islam Indonesia untuk aktif membela Palestina adalah sangat tidak realistis, karena kondisi umat di tanah air pun masih awut-awutan.


Gus Dur bersama rekannya, Mahmud Abbas, agaknya tidak mengerti bahwa serangan kaum Zionis tidak ada urusannya dengan ‘balas-membalas’. Berbagai perjanjian dibuat, dan yang melanggarnya selalu sama. Kalau pun harus ada yang membalas, maka rakyat Palestina-lah yang paling berhak melakukannya, apalagi jika kita mempertimbangkan sebagian besar tanah mereka dirampas secara semena-mena oleh warga pendatang.



Gus Dur, Mahmud Abbas, dan semua orang yang tidak merasa risih bersikap mesra dengan Zionisme Internasional perlu berkenalan dengan sosok Rachel Corrie. Rachel Corrie adalah mahasiswi dari sebuah universitas di Olympia, Washington. Ia lahir pada tahun 1979, dan pada usia yang masih sangat muda telah menjadi aktifis perdamaian. Pada tahun 2003, ia mati digilas buldoser oleh tentara Zionis.


Bagi yang punya daya imajinasi cukup canggih, silakan renungkan sendiri apa yang dialami oleh gadis ini. Ia terlibat aktif dalam aksi-aksi perdamaian di Palestina. Suatu hari, ia menghalangi buldoser Zionis yang hendak menggusur sebuah rumah milik warga Palestina. Apakah pengemudi buldoser itu merasa ragu karena dihadang oleh seorang aktifis warga negara sekutunya, yaitu AS? Ternyata tidak! Buldoser itu maju dan menggilas Rachel tanpa ampun, kemudian mundur kembali seolah sengaja hendak menggilasnya dua kali. Bisa ditebak, dada dan tengkoraknya remuk, begitu juga tulang-tulang di bagian lain di tubuhnya. Rachel Corrie masih sanggup bertahan beberapa lama dan dibawa ke rumah sakit, namun akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di sana. Itulah yang diperbuat oleh kaum Zionis kepada warga negara sekutunya. Jangan tanya apa yang akan mereka lakukan pada musuh-musuhnya!


Mereka yang berpikiran “lebih baik mengurusi negara sendiri yang belum mapan sebelum mengurusi negara lain” kedengarannya memiliki ide yang sangat realistis, namun sebenarnya sangat lemah. Dalam bukunya yang beredar di Indonesia dengan judul Fikih Prioritas, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa mengumpulkan dana untuk Palestina sifatnya sangat urgent, karena nyawa mereka benar-benar terancam. Sesungguhnya, pergi berhaji tidaklah urgent, karena ibadah itu bisa ditunda di tahun-tahun berikutnya. Kalau saja semua orang berpikiran demikian, dan mengumpulkan tabungan hajinya untuk mengusir penjajah Zionis, barangkali Palestina sudah merdeka sejak bertahun-tahun yang lalu.



Prinsip “mapan dulu, baru membantu orang lain” juga pada prakteknya tidak realistis. Islam tidak pernah mengajarkan kita untuk membantu orang lain kalau sudah mapan. Mapan atau belum mapan, ada bagian dari harta kita yang merupakan hak orang yang lebih membutuhkannya. Lagipula, sifat murah hati adalah sifat yang harus dilatih terus-menerus. Biasanya, orang yang sudah mapan akan cenderung lupa diri dan lupa membantu orang yang kesusahan. Orang yang membiasakan diri menjadi dermawan ketika susah pun bisa lupa daratan ketika sudah sukses, apalagi mereka yang tidak membiasakan diri.


Bagaimana pun, keinginan menggebu-gebu untuk menolong rakyat Palestina cepat atau lambat akan terbentur pada sebuah pertanyaan : apa yang bisa kita perbuat? Mengirim senjata atau tentara rasanya sulit, karena kiriman itu bisa jadi akan dicegat oleh AS dan sekutu-sekutunya sebelum sampai ke daratan Palestina. Jangankan AS, Mesir pun enggan bermurah hati membuka garis perbatasan. Mengirimkan perbekalan dan obat-obatan sudah dilakukan, itu pun seringkali terhambat oleh sikap negara-negara tetangga (dan tentunya kaum penjajah juga) yang tidak mau membuka jalan. Ujung-ujungnya, banyak yang mengatakan bahwa yang bisa dilakukannya hanya memberi bantuan uang, atau bahkan hanya sekedar doa.


Baiklah, kalau memang hanya bisa menyumbang doa, insya Allah itu pun tak mengapa. Tapi doa yang seperti apakah?



Kondisi Palestina memang memilukan, dan doa yang tersebar pun biasanya menunjukkan rasa pilu dalam hati. Tidak ada yang salah, karena setiap Muslim memang seharusnya merasa pilu melihat saudara seimannya menderita. Dalam suasana pilu itu, kebanyakan orang mendoakan keselamatan umat Islam Palestina, ketabahan hati mereka yang ditinggalkan oleh anggota keluarganya, dan agar amal ibadah para syuhada diterima di sisi-Nya.



Mungkin ada baiknya kita menambahkan dua jenis doa lainnya untuk melengkapi doa semacam yang di atas. Umat Islam Palestina telah membuktikan ketangguhannya. Mereka mampu survive dari salah satu penjajahan paling sadis yang pernah ada dalam sejarah peradaban manusia yang telah berlangsung puluhan tahun. Ketabahan hati sudah pula mereka tunjukkan. Adapun diterimanya amal ibadah para syuhada, itu sudah dijamin oleh Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu kala. Kita tidak perlu mengkhawatirkan para syuhada, karena kondisi mereka jauh lebih baik daripada kita yang belum tentu mendapat gelar syahid.


Yang kurang adalah ketegasan sikap. Banyak diantara kita yang masih mendoakan perdamaian di Palestina, dalam arti munculnya perdamaian antara umat Islam dengan kaum Zionis. Inilah yang terlalu mengada-ada, karena kaum Zionis memang tak pernah menginginkan perdamaian. Bahkan umat Yahudi yang menentang Zionisme pun berpendapat bahwa ideologi Zionisme hanya akan menimbulkan pertumpahan darah yang abadi. Selama masih ada Zionisme, takkan ada perdamaian. Rakyat Palestina pun tidak berharap akan hidup damai dengan pihak penjajah. Mereka ingin kaum Zionis pergi. Karena itu, bukan perdamaian (dalam arti berdamai dengan Zionis) yang harus didoakan, melainkan hancurnya Zionisme Internasional. Konkretnya, slogan “save Palestine” semestinya dilengkapi dengan slogan “destroy Zionism!”, karena Palestina takkan hidup tenang selama Zionisme masih ada. Salah satu diantara mereka harus lenyap dari muka bumi, dan umat Islam semestinya tak bingung menentukan pihak mana yang harus dienyahkan.


Hal kedua yang harus kita ikut sertakan dalam doa kita adalah hal yang tidak kalah pentingnya, yaitu agar Allah SWT membuka hati saudara-saudara kita di Timur Tengah. Dalam sebuah bukunya, M. Natsir pernah mengatakan bahwa kaum Zionis bisa menang karena mereka satu, dan umat Islam kalah karena berbilang. Sungguh ironis jika Palestina harus bersimbah darah hanya karena negara tetangga tak mau membuka perbatasan agar rakyat Palestina bisa menyelamatkan diri, atau negara-negara Islam menutup perbatasan bagi para mujahid yang ingin membantu, atau negara-negara juragan minyak yang kaya raya yang hanya bisa menyampaikan salam keprihatinan, atau excuse murahan seperti “Negeri sendiri belum mapan, buat apa mengurusi negara lain?”, dan alasan-alasan konyol lainnya. Paling tidak, jika memang rakyat Palestina mesti berjuang sendirian, umat Islam lainnya tak perlu menjadi penonton yang banyak berapologi, apalagi menghalang-halangi perjuangan mereka.


wassalaamu’alaikum wr. wb.



http://akmal.multiply.com

Menunggu.......

Bismillah...


Menunggu.....satu kata yang bagi sebagian orang menimbulkan rasa jenuh, bosan, kesal, lelah hingga kadang memunculkan keputus-asaan.
Menunggu antrian,
Menunggu panggilan kerja,
Menunggu jodoh,
Menunggu kelahiran,
Menunggu gajian,
Menunggu kesembuhan,
Menunggu.....
Menunggu.....
dan Menunggu....

Kita semua pernah menunggu, dan tak sabar untuk mengakhirinya. Namun ada satu hal yang kita sangat sabar menunggunya, bahkan tak ingin ia berakhir. Hanya segelintir orang yang sangat rindu mengakhirinya. Karena ujung penantian itu adalah isyarat ia akan bertemu dengan yang dicintai dan dikasihinya. Mereka adalah orang-orang mulia yang tak mengharap pujian di dunia atas semua kebaikannya.......


: Menunggu Kematian......



Robbi, jadikanlah hamba termasuk orang yang merindu bertemu dengan-Mu

Sabtu, 27 Desember 2008

Dan Allah pun Jadi Terdakwa

Tidak hanya dalam musibah berskala nasional saja saya selalu mendengar pernyataan seperti itu, tapi di setiap urusan kecil sehari-hari sama saja, pernyataan yang keluar itu itu juga.
Pernah saya menghadiri pesta pernikahan sepupu istri saya di desa. Saya datang tepat jam 10:00 sesuai jam yang tertera pada undangan. Kemudian satu demi satu para undangan berdatangan, sampai jam 12:00 semua undangan sudah hadir, tapi ijab belum dilaksanakan. Ternyata menunggu kiai yang akan memberikan ceramah. Kiai dari Jombang. Setelah datang dengan santainya kiai itu berkata “Panjenengan sedanten kedah sabar, kulo dateng telat meniko inggih sampun kersanipun Gusti Allah”. Coba pikir, dengan ditetapkannya undangan pada jam 10:00 semestinya tamu-tamu sudah bisa pulang sebelum zuhur, dan bisa sholat jama’ah di masjid. Tapi gara-gara kiai kurang ajar itu, terpaksa para tamu tidak bisa melaksanakan sholat zuhur berjama’ah. Apa itu maunya Allah? dia bilang itu maunya (kersanipun) Gusti Allah. Benar-benar kiai kurang ajar.
Kalau ada yang gagal dalam ujian SPMB atau gagal dalam audisi Indonesian Idol atau terkena eliminasi, maka yang diucapkan adalah “Mungkin ini adalah pilihan terbaik yang diberikan Allah kepada saya”.
Ini juga sering dilontarkan oleh selebriti yang belum punya anak “Kami belum diberi oleh yang diatas”.
Ada juga peristiwa yang sering terjadi di negeri kita ini, seorang pedagang kecil yang merasa sudah bekerja keras membanting tulang, pergi pagi pulang petang, ternyata uang yang didapat belum mencukupi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya. Istrinya marah-marah, tapi sang suami dengan merasa tawakkal berkata “Rejeki yang diberikan Allah untuk kita hari ini ya segini ini bu, ya kita terima saja”, karena menyebut-nyebut nama Allah akhirnya si istri terpaksa menahan marahnya. Apalagi keesokan harinya si istri mendapat nasihat dari Bu Nyai setelah curhat, begini nasihatnya “Sabar bu, rejeki sudah ada yang ngatur” atau “Diterima saja bu, tiap orang sudah punya jatah rejeki masing-masing”.
Masalah jodoh juga demikian, semua orang beranggapan bahwa pasangan hidup kita itu adalah orang yang sudah dijodohkan oleh Allah kepada kita. Allah yang menentukan kapan kita mendapatkan jodoh, siapa jodoh kita, dimana ketemunya, semua Allah yang menentukan.
Masalah kematian. Pemahaman yang beredar adalah bahwa semua orang sudah ditentukan kapan matinya, berapa usianya, dimana matinya. Sesehat apapun orang itu, pendek kata tidak ada satu faktorpun yang menyebabkan orang itu mati, tapi jika sudah saatnya mati maka orang itu pasti mati.
Memang benar Allah itu Maha Pengatur, tapi bagaimana Allah mengatur? kalau melihat pernyataan-pernyataan diatas jelas terbaca bahwa Allah adalah penentu atas segala hal yang terjadi. Allah dianggap sebagai dalang dan manusia adalah wayang. Itu semua adalah pemahaman sesat. Betapa kita selama ini telah menempatkan Allah sebagai terdakwa atas kegagalan, kecelakaan, kematian, musibah, dll. Secara tidak langsung kita telah menyatakan bahwa jika seseorang menjadi koruptor atau maling, maka itu adalah Allah yang menentukan. Coba kiai Jombang itu, seandainya dia kemalingan maka berarti bisa saja si maling berkata “Mbah kiai kedah sabar, kulo nyolong barang penjenengan meniko inggih sampun kersanipun Gusti Allah”.
Mari kita bertaubat, jangan lagi menempatkan Allah sebagai terdakwa atas musibah atau kegagalan yang kita alami. Gagal atau berhasil itu kita sendiri yang menentukan. Dengan bersikap demikian kita tidak perlu merasa telah menganggap Allah itu tidak berkuasa menentukan gagal atau berhasilnya urusan kita, Allah sangat bisa melakukan apa saja. Seandainya Allah mau…bisa saja seseorang dibuat berhasil meskipun dia tidak becus. Seandainya Allah mau…bisa saja seseorang dibuat gagal meskipun usaha yang dilakukan sudah benar. Tapi itu tidak dilakukan oleh Allah, karena Allah ingin menguji kita. Gagal atau berhasil sepenuhnya ada di tangan kita, gunakan akal kita untuk menimba ilmu sebanyak mungkin agar kita berhasil.
Jadi Maling Atau Ulama Bukan Allah Yang Menentukan Tapi Manusia Sendiri
Kita mulai taubat kita dengan memahami bahwa Allah itu mempunyai aturan sebab-akibat yang berlaku di alam semesta ini. Aturan itu bernama sunnatullah. Kapan aturan itu mulai berlaku? wallahu a’lam, tapi yang jelas sejak mulai berlakunya sampai sekarang, aturan itu tidak berubah. Sunnatullah adalah aturan yang sempurna. Tidak perlu amandemen.
Aturan ini berupa hubungan sebab akibat yang harmonis, seimbang, tidak mungkin keliru dan pasti. Mungkin jumlah rumus sebab-akibat itu jutaan, trilyunan, bilyunan atau mungkin mencapai sebuah angka yang belum terpikirkan oleh manusia, wallahu a’lam. Semuanya tertulis di dalam sebuah kitab disisi Allah. Didalam aturan tersebut jika sebuah sebab terpenuhi maka akibat yang dituliskan pasti terjadi, pasti…tidak mungkin mbleset. Manusia tidak bisa melihat langsung rumus sebab akibat itu. Itu ilmu Allah, rahasia Allah. Jika semua daun dibumi ini dijadikan kertas dan laut dijadikan tinta maka tidak akan cukup untuk menuliskan semua ilmu Allah. Manusia bisa mengetahui sebagian yang sangat kecil dari ilmu Allah itu melalui gejala alam dan bocoran resmi dari Allah yaitu Al-Qur’an.
Gejala-gejala itu sedikit demi sedikit ditemukan oleh manusia dan dimanfaatkan untuk banyak hal. Diantara dari gejala itu adalah jika beberapa benda dijatuhkan dari ketinggian yang sama didalam ruang hampa udara di bumi maka semuanya pasti akan menyentuh dasar ruangan secara bersamaan, meskipun berat benda-benda itu berbeda. Jika sebuah benda padat yang berat jenisnya lebih besar dari 1 kg/m3 diletakkan di air pasti benda itu tenggelam. Jika kita menghina keyakinan seseorang, maka orang itu pasti marah. Jika ada seorang laki-laki dewasa normal berduaan dengan wanita dewasa normal dan dua-duanya menggunakan pakaian yang minim atau menonjolkan kemolekan tubuh, pasti dalam diri keduanya terjadi birahi, dll. Itu adalah beberapa contoh gejala yang berhasil dipelajari oleh manusia. Sudah banyak gejala yang diketahui oleh manusia sampai saat ini.
Jadi itulah Kehendak Allah, sudah diciptakan sejak lama, yang jelas sebelum jagad raya ini diciptakan, karena jagad raya butuh aturan. Kita ini hidup mulai lahir sampai mati ya menjalankan Kehendak Allah itu, aturan Allah. Allah berkehendak jika kita begini maka kita akan jadi orang yang sehat, jika begini maka akan sakit, jika begini maka akan terjadi musibah, jika begini maka orang lain akan mengalami bencana, jika begini maka akan kaya, miskin, jadi maling, terjerumus ke dalam skandal perzinaan, dll. Nah kita sendiri yang memilih, masuk Kehendak Allah yang mana?
Ramalan Allah Pasti Terjadi
Bagaimana dengan “Rejeki, jodoh dan kematian manusia ada di tangan Allah”. Terjemahan dari kalimat itu adalah hari ini, besok dan seterusnya berapa rejeki yang kita dapatkan, itu Allah sudah tahu dan tercatat di dalam sebuah kitab. Siapa jodoh kita, ketemu dimana, tanggal berapa, dll itu Allah juga sudah tahu dan tercatat rapi. Kapan kita mati, dimana, apa penyebabnya, dll sudah tercatat semuanya di dalam sebuah kitab. Dan catatan itu pasti terjadi.
Terus bagaimana dengan penjelasan saya diatas? rejeki, jodoh dan kematian itu kita sendiri yang menentukan, kita sendiri yang milih siapa jodoh kita, kita sendiri yang memilih mau kerja keras atau bermalas-malasan, mau mencuri apa berdagang dengan jujur, kita sendiri yang menentukan berapa rejeki kita hari ini, besok dan seterusnya. Kita sendiri yang memilih mau naik kapal laut yang kelebihan muatan, atau naik pesawat yang kadaluwarsa sertifikat cek fisiknya, kita sendiri yang milih pingin mati cepat atau panjang umur.
Gimana nih? semua hal kita yang milih, tapi Allah sudah menetapkan semuanya didalam kitab dan pasti terjadi?
Jawabnya adalah semua yang dicatat didalam kitab itu adalah ramalan Allah atas apa yang akan kita pilih, bukan kemauan Allah atas semua hal yang harus kita pilih. Dan ramalan Allah pasti terjadi. Sebenarnya tidak pantas disebut ramalan, karena kita sudah terlanjur maklum bahwa ramalan itu bisa terjadi bisa tidak. Lebih pantas disebut Ketetapan Allah. Sejak kita lahir Allah sudah bisa meramal (menetapkan) kapan kita mati, siapa jodoh kita, berapa rejeki kita, dll. Kalau seorang dokter mungkin hanya bisa meramal berapa hari lagi pasien gagal ginjalnya akan mati. Maklumlah ilmu dokter itu seberapa? perumpamaannya kalau ilmu Allah itu adalah lautan, maka ilmu semua manusia jika dikumpulkan adalah sebanyak sisa air laut yang menempel di ujung jari setelah dicelupkan. BMG bisa meramal besok hujan apa tidak, para ahli ilmu perbintangan bisa menghitung dengan akurat kapan sebuah komet akan melewati bumi, tanggal, jam, menit sampai koordinatnya. Itu hanya mengandalkan ilmu yang setetes, bagaimana dengan Allah yang ilmunya Maha Luas?
Maka sangat masuk akal jika Allah tahu jodoh kita. Sudah tertulis di kitab Allah, tanggal berapa kita jadian, lamaran, menikah, siapa jodoh kita, dimana, dll. Semua itu sudah tertulis dan pasti terjadi. Dan ini bukan berarti Allah menentukan jodoh kita, semua itu terjadi atas kemauan kita sendiri, usaha kita sendiri, Allah hanya meramal.
Sangat masuk akal jika Allah tahu kematian kita, sudah tertulis di kitab Allah, tanggal dan jam berapa kita mati, apa yang menjadi penyebab kematian kita, dimana, dll. Ini juga tidak berarti Allah itu menentukan “Si Fulan mati tanggal sekian”, sekali lagi Allah hanya meramal. Kita sendiri yang menyebabkan kematian kita. Bunuh diri, ngebut di jalan tanpa haluan, berlayar dengan kapal kelebihan muatan, dll itu adalah jalan menuju kematian, dan ketika aliran darah ke otak terhenti akibat jeratan tali gantungan, jantung bocor karena tertembus pecahan kaca mobil, saluran pernafasan penuh air karena tenggelam, dll, nah saat itulah tubuh sudah tidak layak ditempati oleh roh, dan malaikat Izroil tinggal melaksanakan tugasnya.
Demikian juga dengan rejeki, kita sendiri yang menentukan berapa rupiah yang bisa kita dapatkan pada hari ini, besok dan seterusnya. Bukan Allah. Tapi Allah tahu, dan semua itu sudah tercatat di kitab Allah, dan pasti terjadi.
Kesimpulan dan Saran
Memang semua musibah yang menimpa kita akhir-akhir ini sudah tercatat di kitab Allah. Karena sudah terjadi maka saya mengatakan bahwa Tsunami di Aceh dan Pangandaran, gempa di Bantul, lumpur Porong, jatuhnya Adam Air, matinya Alda Risma…semuanya sudah dicatat oleh Allah sejak lama, bahkan mungkin sejak diciptakannya bumi, wallahu a’lam. Berikutnya apa yang akan terjadi? hanya Allah yang tahu dengan pasti, bagi kita…semua adalah pilihan yang harus kita tentukan, bahkan berdiam diri didalam goa sampai mati adalah juga pilihan. Dan semuanya berujung pada resiko baik atau buruk bagi diri sendiri, orang lain dan alam sekitar.
Saran saya adalah, bacalah Al-Qur’an karena itu adalah bocoran resmi dari Allah. Jika Allah memerintahkan kita berbuat sesuatu, pasti ada kebaikan diujungnya. Jika Allah melarang kita berbuat sesuatu, pasti ada keburukan diujungnya. Pelajarilah tanda-tanda kekuasaan Allah seperti yang sudah dilakukan oleh Newton, Thomas Alfa Edison, Galileo, Plato, Archimides, dll agar kita bisa memanfaatkannya untuk memelihara bumi ini sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Allah kepada kita.


generasighuraba.multiply.com

Selasa, 23 Desember 2008

Sedih... Qiyadah-ku

Ahad lalu daku menghadiri Apel Siaga di Pekanbaru. Taujihnya diisi oleh Ust Al-Muzzamil Yusuf, wajar jika kami datang berombongan dengan bis sewaan. Namun bukan tentang taujih ataupun apel siaga itu yang ingin kutuliskan di sini, karena ada yang lebih baik untuk itu. Tetapi tentang hal kecil yang mungkin tidak diperdulikan oleh bapak-bapak, namun tertangkap oleh kami, perempuan.
Di penghujung acara, para 'Bupati' dikumpulkan di panggung untuk pengikraran janji dukungan. Maka tatkala mereka berbaris, sedih ku melihatnya. Ustad kami, Qiyadah Inhil, adalah yang paling kecil badannya. Terperangah, temanku berkata :Ya Allah, kasihannya beliau selama di Inhil kurus begitu. Yang lain berkata : Wajarlah, orangnya sibuk sekali.
Ya, dengan aktifitas yang luar biasa, hal tersebut rasanya menjadi kewajaran. Setiap minggu keluar daerah, dengan kondisi jalan yang mungkin tak tersentuh pembangunan. Menyebarkan dakwah pada siapa saja. Belum lagi menghadapi tingkah kami yang beragam. Ada yang terlalu 'mandiri', sehingga tidak membutuhkan jamaah. Ada yang terlalu takut untuk terlibat, ada yang terlalu manja sehingga tergantung pada jamaah.
Ya, ini hanyalah hal kecil yang tidak penting. Namun bagiku, hal ini memalukan. Malu karena ternyata apa yang kulakukan selama ini bukanlah apa-apa. Dalam perjalanan pulang, kutekadkan diri untuk memberikan lebih banyak lagi pada dakwah ini. Meski belum mampu seperti para Shahabat, namun kuberharap di akhirat kelak berada dalam barisan mereka. Amin ya Rabb

Kamis, 18 Desember 2008

Apa Jadinya Kalo Ikhwah Kecanduan?

Emang ada ya ikhwah kecanduan?? Eh, jangan salah…banyak malah!! Tapi, jangan dibayangkan kalo kecanduannya ma obat-obatan terlarang… (ya Allah, na’udzubillah…Semoga semua ikhwah dijauhkan sejauh-jauhnya dari barang haram itu!!). Meskipun si penikmat (baca: penderita) gak sampe sakau, kecanduan di sini juga amat sangat berbahaya sekali banget bagi kelangsungan dakwah para ikhwah.


Berawal dari sekadar hobby, iseng, coba-coba, kebetulan, ngisi waktu luang, ato just hiburan, trus keasyikan, lalu jadi kebiasaan, dan…dan…dan…eh, malah kecanduan!!! Gaswat kaaan?!! Astgfirullah…Parahnya lagi, candu di sini gak mandang usia pembinaan. Gak peduli ia sudah tertarbiyah 3 tahun, 4 tahun, 7 tahun, 10 tahun, bahkan lebih. Seorang ikhwah yang rajin dalam pembinaannya tidak serta merta menjadi “kebal” terhadap candu-candu tersebut. Faktor yang mungkin sangat berpengaruh dalam penyebaran candu adalah lingkungan.

Mulanya mungkin sekadar pengisi kejenuhan. Tapi akhirnya menjadi aktivitas dominan, bahkan menyita banyak perhatian. Dan kemudian, agenda-agenda dakwah perlahan mulai ditinggalkan. Perlahan militansi akan berkurang. Sampai akhirnya melemah, dan….. hilang. Na’uudzubillah….Tsumma Na’uudzubillah....



Apa aja sih candunya?

Berdasarkan hasil penelitian sementara di lapangan, ditemukanlah jenis-jenis candu yang dapat merusak kesehatan -fikriyah, jasadiyah, dan ruhiyah- para aktivis dakwah, diantaranya:

1. Ngegames

Awalnya sih pengen cari hiburan, trus ketagihan. Apalagi kalo lagi nganggur alias gak ada kerjaan, ngegames aja aaah, refreshing gitu lhoh! Ck..ck..ck..Ini adalah jenis candu yang berbahaya, coz bisa dilakukan kapanpun dan di manapun. Bisa di kompi, lepi, atau HP . Gak di rumah, kantor, kampus, sekolah, di halte, sampe di dalam angkot.

2. Nonton Bola

Heran deh, betah banget 2 jam cuma melototin bola yang diuber-uber ma sekawanan orang. Istimewanya apa sih? (Waduh, ane bisa ditimpuk pake bola ma penggemarnya nieh). Mending juga maen bola di lapangan. Kan bisa menyehatkan dan menguatkan. Dari pada cuma nonton, yang olahraga biji mata doang. Candu ini akan semakin mewabah ketika musim Piala Dunia tiba. Hehehe jadi inget Bapak dan kakak, kalo pas ane lagi di rumah (liburan), beliau-beliaunya sering berpesan sebelum tidur malam, “Dek (Nak), ntar malem bangunin ya, jam 3”. “Mau tahajjud ya kak?” Tanya ane dengan polosnya. “Iya, sekalian nonton bola” Gyaaaaa…. Piiiss deh kak!! Bukannya ngelarang sih. Ida cuma takut besoknya waktu kerja di kantor kakak malah ngantuk. Eniwei, gak hanya ikhwan aja lho yang maniak bola, akhwat juga ada.

3. Film

Dari film-film lokal, Box Office, sampe Drama Korea. Gak peduli harus nyewa VCD ato ngacir ke bioskop. Kecanduan film gak hanya dalam bentuk nongkrong di depan layar kaca, tapi juga ke dalam otak dan mempengaruhi pandangan kehidupan.

4. Maen PS

Biasanya ikhwan nieh (tapi, gak tertutup kemungkinan akhwatnya juga). Awalnya mungkin sekadar pengisi kejenuhan, trus penasaran kenapa gak menang-menang (kalah mulu), lama-lama jadi kecanduan. ‘Afwan, ane kurang paham soal PS, coz emang gak tertarik ma jenis olahraga jempol tangan yang gak menyehatkan ini. Yang jelas, maen PS sangat berpotensi untuk bikin kita lupa waktu..!!

5. Komik

Waduh, ini juga jenis candu yang amat berbahaya. Diawali dari hobby trus dikoleksi, dan kalo dah keasyikan baca, bisa lupa diri. Parahnya lagi, jika tokoh-tokoh dalam komik diadopsi dan dicocok-cocokkan ma karakter pribadi. Ada yang suka karena ceritanya yang lucu, kocak, semangat, dan penuh misteri. Gak heran kalo ikhwah ada yang terobsesi dan mempersepsikan diri seperti Conan, Naruto, ato Kakashi.

6. Musik

Ada yang punya grup nasyid latihannya hampir tiap hari (Apalagi kalo musim walimahan seperti saat ini ). Intensitas dengerin nasyid lebih sering ketimbang Murottal. Nasyid yang didengerin juga masih diragukan statusnya sebagai nasyid (Maksudnya?). Musik..musik..musik… Dari yang jahiliyah sampe yang (katanya) islami. Awalnya mungkin gak sengaja denger dari temen-temen. Ato kebetulan gak ada acara. Daripada bengong, lebih baik mengaktifkan indra audiovisual. Maka layar kaca menjadi alternatif. Kebetulan acaranya musik-musik yang lagi in. hampir semua stasiun kereta api (eh, televisi) menyajikan menu musik jahili. Ada INBOX, Dahsyat, Klik, MTV Ampuh, dll, dsb, dst. Walhasil, aktivis dakwah jadi hafal lagu-lagu “aneh” gitu ketimbang hafal Al Quran dan hadist. Dan saking terbiasanya, lirik-lirik itu sampe kebawa ke ruang bawah sadar dan tercetus seketika. Kayak kemaren, pas ada seorang akhwat yang sebel ma temen akhwatnya, tiba-tiba temen akhwatnya langsung berkumandang, “Eh eh koq gitu sih..lo koq marah…jangan gitu sayang, jangan gitu sayang.” Seraya merayu dan menggodanya (Prens Filah tau kan itu lagunya siapa). Ckk..ck..ck…sampe segitunya. Penyebarannya memang dahsyat.

7. Ngenet

Whuaaa…ini nih candu yang gak kalah hebatnya dibanding candu-candu yang lain. Mulanya mungkin kebutuhan, cari informasi, ajang silaturahmi, pengen diskusi, trus…trus…trus… Yup! Asyik memang melanglang buana di dunia maya. Kalo kata Gita Gutawa, “Tak perlulah aku keliling dunia”. Mau berita apapun, semua dah tersaji di depan mata, di kotak segi empat di hadapan Anda. Tinggal KLIK! Apalagi dengan fasilitas-fasilitas internet yang memanjakan. Mau berekspresi dengan tulisan, ada Blog. Mau nampang (menarsistkan diri), ada Face Book. Mau ngobrol-ngobrol en diskusi bisa Chatting. Mau kenalan, ada Friendster. Mau promosi dan bisnis juga bisa. Kurang apa lagi coba? Adanya kurang bisa mengontrol diri untuk gak berlama-lama di depan kompi/lepi.

8. Dan lain-lain, dan sebagainya, dan seterusnya....(pikir sendiri ya..)



Menarik” bukan melihatnya sebagai sebuah fenomena? Namun, seringkali pada diri yang “lemah” justru akan menjadi semacam pembenaran. Perlu diketahui, bahasan kita di sini bukan soal boleh atau tidak, tapi seberapa besar porsinya hingga mengalihkan kita dari aktivitas-aktivitas produktif dan agenda-agenda prioritas.

Demikianlah semua aktivitas-aktivitas yang sederhana, namun tanpa disadari menjadi candu dalam pergerakan dakwah. Fenomena-fenomena tersebut sebagian besar menyita waktu-waktu produktif kita, menggerogoti ruhiyah, dan melemahkan militansi dakwah.

Jika hari ini kita dapatkan kualitas dakwah kita menurun, maka cobalah untuk memeriksakan (baca: mengevaluasi) kesehatan dakwah kita. Mulai dari memutaba’ahi aktivitas sehari-hari kita, amalan-amalan kita, dan terutama niat-niat kita.


Wallahu Ta'aala a'laamu bishshawaab..




NB: Ohya, ada nih kecanduan yang harus senantiasa dilestarikan, antara lain: Dzikir, Tilawah, Hafalan Al-Quran, Infaq & Shodaqoh, Tholabul ‘ilmy (datang ke majelis-majelis ilmu, dauroh, training, kajian, dll).


Owkeh!! Tetep Semangaaattzz!!!!


“Tidak penting kamu suka atau tidak, yang penting Allah ridho atau tidak”

http://akhwatzone.multiply.com

Sabtu, 13 Desember 2008

IBG = Ikhwan Baru Ghiroh

Istilah ini saya dapat dari seorang teman ketika berkunjung ke rumah salah seorang saudara seiman. Dalam bayangan saya yang disebut ikhwan adalah seorang laki-laki muda berumur di bawah 30-an dan belum menikah. Tidak demikian dengan beliau. Saya yakin jika ditanya tentang usianya beliau akan menjawab ’baru’ 40an. Meski baru beberapa tahun saja bergabung, namun semangatnya berdakwah tidak kalah dari yang telah bertahun-tahun tarbiyah.
Selama bertamu di rumah beliau banyak ilmu yang saya dapatkan. Di tengah-tengah melemahnya semangat juang para ikhwah yang saya rasakan kini, kehadiran beliau seolah-olah menyegarkan kembali semangat untuk berdakwah. Menepis ketakutan yang tidak seharusnya muncul, kekhawatiran dan malas yang melingkup diri.
Kekaguman saya bertambah tatkala istrinya protes tentang ia yang terlalu aktif silaturahim dan menyebarluaskan dakwah, padahal beliau bukanlah ketua cabang ataupun caleg. Beliau menjawab apa yang ia lakukan bukanlah untuk ketua ataupun kursi empuk anggota dewan, tetapi untuk menambah berat timbangan amalnya kelak. Sebab silaturahim juga menambah rezeki, meski tak semua berupa materi.
Semoga ada lebih banyak lagi IBG-IBG, sehingga dapat menularkan semangatnya pada kami yang mengaku jenuh dengan banyaknya amanah, padahal hati telah terjangkit penyakit.

Senin, 08 Desember 2008

Meminang Sang Pangeran

aku tahu, aku hanya seorang wanita
yang tugasnya menunggu sang pangeran
dalam penantian

kata mereka, kau yang berhak memilih
dan kami, perempuan, hanya bisa
menolak atau menerima lamaran

tapi, bolehkah kali ini aku yang memilih?
memintamu untuk menjadi yang terindah di hatiku?
kau tinggal bilang ya, atau tidak. mudah kan?

ah, mungkin benar, dunia sudah terbalik
atau bisa juga ini hanya rasa khawatirku
takut kalau Allah tidak menyisakan satu mujahidNya untukku

hahaha…dasar aneh!
bukankah Allah sudah berfirman
bahwa Dia menciptakan makhlukNya dengan berpasangpasangan?

tapi, aku juga ingin tahu rasanya
berbunga ketika lamaranku diterima
atau kecewa saat pinanganku ditolak
mungkin dengan begitu, aku bisa berbagi dengan kaumku
bagaimana sih sakitnya ditolak?
agar para akhawat tak gampang mengucap kata “tidak”
dengan alasan yang sengaja dibuatbuat :
masih ingin melanjutkan studilah
belum cukup umurlah
belum siap mentallah
kurang cocoklah!
dan entah apa lagi…

tapi, bagaimana cara meminangmu ya?
apa aku harus mengajukan proposal lebih dulu?
atau langsung datang ke istanamu dan
memohon agar kau sudi menerimaku menjadi permisurimu?
itukah yang kau mau?

“Huh, dasar tidak tahu malu!”
tibatiba terdengar teriakan dari jauh
“Wahai akhwat, DI MANA IZZAHMU?”

IZZAH?
kalian bertanya tentang IZZAH?

apakah izzah ada pada diri seorang akhwat
yang malu mengungkap perasaannya
kemudian memendam cinta dan
mengotori hati dengan terus memikirkannya?

apakah izzah ada pada diri seorang akhwat
yang menyuburkan virus cinta di hatinya
dan membaginya pada semua ikhwan yang dikaguminya
dalam masa penantiannya?

apakah izzah ada pada diri seorang akhwat
yang menanti sang pangeran, namun ketika ia datang
si akhwat menolak dengan alasan tidak jelas?

di sanakah izzah bersemayam?

ataukah izzah ada pada diri seorang Khadijah
yang berterus terang meminta Muhammad untuk
menjadi nakhoda dalam bahtera cintanya?

ataukah izzah ada pada diri para bidadari yang
berebut ingin melayani Zulebid
yang rela meninggalkan istri tercinta
di hari pertama pernikahannya demi meraih syahid?

sungguh, kisah cinta yang agung dan suci
bukan cintacinta picisan yang ingin diraih
tapi jauh lebih tinggi!
cinta di atas segala cinta
yang tak kan habis cintaNya,
Allah!

di sana ada kejujuran, keterbukaan, kepercayaan,
ketulusan, keimanan, dan ketaqwaan
berbeda dari kisah Romeo dan Juliet
atau Layla dan Majnun yang berakhir tragis dengan
mati membawa cinta tak sampai
malang!

mungkin iya, aku tak seberani Bunda Khadijah
aku pun bukan bidadari yang tak dianugerahi rasa malu
karena ia memang diciptakan dan ditugaskan untuk melayanimu

tapi, jika aku boleh memilih
izinkan aku meminangmu sebagai kekasih
bukan untuk saat ini
karena mungkin waktuku tak cukup untuk menanti







tapi, nanti
setelah kumati…



: meminang syuhada', 07122008


http://akhwatzone.multiply.com

Kemana Muslimah Melangkah

Indah sekali perumpamaan yang diutarakan Syaikh Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqhul Aulawiyaat atau skala prioritas gerakan Islam jilid satu, ‘Bunga-bunga’ itu tidak tumbuh mekar selain karena laki-laki ingin selalu memaksakan kemauannya, juga karena akhwat muslimahnya yang tidak mau atau memiliki keberanian untuk melepaskan diri dari keterikatan tersebut.

Ya, seharusnya bunga-bunga itu tumbuh mekar dengan leluasa untuk turut mengharumkan jalan perjuangan yang suci ini. Akhwat seyogianya mulai berani memikirkan dan mengambil alih permasalahan-permasalahan mereka sendiri, membuka lahan-lahan dakwah dan amal serta menangkis dengan tegas suara-suara sumbang wanita-wanita feminis yang diselipkan ke dalam aqidah umat, nilai-nilai dan syariat-syariat Islam.

Dan suara-suara mereka cukup vokal, sekalipun hanya mewakili segelintir manusia yang tidak ada bobotnya di dunia apalagi dalam agama. Namun dalam kenyataannya menurut Yusuf Qardhawi pula, aktivitas dakwah Islam di bidang kewanitaan saat ini masih lemah. Hal tersebut nampak dari lemahnya kepemimpinan wanita untuk mampu berdiri sendiri menghadapi arus sekularisme, marxisme dan feminisme secara tangguh.

Kondisi tersebut boleh jadi disebabkan oleh dua kemungkinan, yang pertama ialah sikap ananiyah atau egoisme laki-laki yang selalu berusaha mendominasi, mengkomando, mengarahkan dan menguasai urusan akhwat. Mereka tidak memberi kesempatan dan peluang kepada para akhwat untuk membina bakat, keterampilan dan kemampuan untuk berjalan sendiri tanpa dominasi para rijal.

Penyebab kedua datangnya justru dari diri akhwat sendiri yang tidak memiliki keberanian dan kepercayaan diri yang cukup serta kurang kuatnya kerja sama di kalangan mereka.

Padahal menurut Yusuf Qardhawi kepeloporan dan kejeniusan bukan hanya milik laki-laki saja. Bahkan dalam pengamatan beliau selaku dosen, mahasiswi-mahasiswi umumnya berprestasi akademik lebih baik dibanding mahasiswa-mahasiswanya karena lebih tekun. Sehingga selayaknya mereka bisa eksis bila mampu menunjukkan kepeloporan dan kepiawaiannya dalam bidang dakwah, ilmu pengetahuan, pendidikan, sastra dan lain sebagainya.

Satu hal yang kontras dengan semangat awal Islam yang memuliakan dan memberdayakan muslimah, ditemui Yusuf Qardhawi justru di zaman kiwari ini. Beliau mengkritik menyusupnya pemikiran ekstrim mengenai hubungan laki-laki dan wanita serta peranan wanita di tengah masyarakat. Aliran pemikiran ini mengambil pendapat yang paling keras sehingga mempersempit ruang gerak wanita. Sehingga dalam pertemuan beliau dengan akhwat di Manchester, Inggris dan di Aljazair, beliau mendapati kondisi tersebut bahwa akhwat dibatasi dalam mengikuti forum-forum diskusi yang luas dan bahkan sekadar untuk menjadi moderator di acara yang khusus untuk mereka pun masih dianggap harus digantikan laki-laki.

Padahal sejak permulaan lahirnya dakwah, gerakan Islam telah memberikan porsi bagi peranan wanita. Dan di sebuah gerakan dakwah Islam terkemuka seperti Ikhwanul Muslimin yang didirikan di Mesir, ada seksi khusus wanita yang disebut Al Akhwat Al Muslimat.

Namun orang-orang yang berhaluan keras memakai dalil surat al Ahzab ayat 33, “waqarna fibuyuutikunna…” mereka berdalih, “kenapa kalian menuntut wanita agar memegang peran yang menonjol dalam gerakan Islam? Ikut bergerak dan memimpin serta menampakkan keberadaannya dalam gerbong amal islami, padahal mereka telah diperintahkan untuk tinggal di rumah-rumah mereka. ”

Sebagian ahli tafsir mengatakan ayat tersebut khusus berlaku untuk para istri Nabi karena kesucian dan keistimewaan mereka yang berbeda dari wanita-wanita lain pada umumnya. Sementara ahli tafsir yang lain mengatakan seandainya pun ayat tersebut ditujukan untuk para wanita pada umumnya, maka hal tersebut lebih merupakan arahan stressing keberadaan wanita yang harus lebih banyak di rumah. Namun tentu saja bukan berarti tidak boleh keluar rumah untuk menuntut ilmu, bermasyarakat dan mengerjakan kebajikan-kebajikan.

Tetapi kenyataan di lapangan atau di dunia realitas tidaklah sesederhana itu, terutama justru bagi akhwat yang sudah menikah. Mereka gamang dalam melangkah. Kadang ia sampai bertanya-tanya sendiri, “istri milik siapa sih?”
Karena selama ini ia tumbuh dalam tarbiyah dan medan harakah ia tidak bisa lagi tutup mata bersikap cuek, apatis atau masa bodoh dengan persoalan-persoalan umat Islam baik skala nasional maupun internasional.

Tantangan-tantangan eksternal umat Islam benar-benar membuatnya geram. Ia sadar benar adanya makar atau konspirasi internasional yang senantiasa menghadang umat Islam (QS. 8:30, 2:120, 2:109, 2:217, 3:118 dan 4:76). Ia pun paham, nubuat atau prediksi Rasulullah SAW bahwa akan tiba suatu masa di mana umat Islam akan menjadi mangsa empuk yang diperebutkan musuh-musuh Islam. Hal itu disebabkan karena umat Islam hanya unggul secara kuantitas tetapi minim dari segi kualitas sehingga membuat mereka tidak lagi disegani oleh musuh-musuh Islam. Ditambah lagi mereka mengidap penyakit wahn yakni cinta dunia dengan cinta yang berlebihan dan takut mati.

Berita-berita di media massa maupun tayangan berita di layar teve kerap membuatnya menangis dan sekaligus ingin memekik menyaksikan kezhaliman Israel Yahudi dan antek-anteknya yang kian merajalela di dunia Islam. Ia ingin berbuat…, ia ingin berdakwah…, ia ingin bergerak….

Namun apa daya persoalan internal yang dihadapi belum juga beres. Selama ini ia sudah bekerja keras menyeimbangkan tugasnya di dalam rumah tangga dengan aktivitas mengikuti ta’lim, mengisi ta’lim, mengikuti baksos untuk orang-orang yang terkena musibah banjir karena jika tidak sigap para missionaris begitu cekatan membantu dengan sekaligus paket pembaptisan. Tetapi rupanya sifat ananiyah (egoisme) dan sense of belonging (rasa kepemilikan) suaminya begitu besar. Tiba-tiba saja ia diminta menghentikan semua aktivitas amal shalehnya dan berdiam di rumah melayaninya dan anak-anak sebagai jalan pintas menuju surga, “Kamu tidak usah repot-repot ngurusin orang, sementara ada jalan pintas menuju surga dengan berbakti pada suami dan keluarga.” akhwat ini pun sebenarnya tak ingin membantah perkataan suaminya, karena ia juga tahu kebenaran tentang besarnya pahala berkhidmat di rumah tangga. Namun apa jadinya dengan sebuah dunia luar yang ingin ia sediakan sebagai bi’ah yang baik bagi anak-anaknya, generasi mendatang. Bukankah ia harus ikut juga berperan untuk itu. Apalagi selama ini ia meniatkan pernikahan adalah satu noktah dari garis perjuangan yang panjang, sehingga menikah harusnya justru akan meningkatkan perjuangannya. Kenyataannya?

Ia sering merasa sedih sementara ia dan banyak akhwat lainnya masih berkutat dengan urusan-urusan internal, para wanita feminis, marxis, liberalis dan missionaris begitu gegap gempita dengan kiprahnya. Mereka memang kecil, sedikit tetapi terorganisir rapi dan memiliki link atau jaringan internasional yang kuat.

Hal tersebut juga terungkap dari pengalaman langsung Yusuf Qardhawi saat berinteraksi dengan para akhwat di Mesir dan Aljazair. Ia banyak menemukan ukhti-ukhti daiyah atau akhwat daiyah yang gesit dan aktif di medan haraki sebelum menikah, tetapi setelah menikah dengan ikhwah yang juga dikenalnya melalui dakwah ia dilarang aktif atau tidak diridhai keluar rumah. Suami-suami seperti ini telah mematikan bara api yang semula menyala menerangi jalan bagi putri-putri Islam.

Sampai ada gadis aktivis dakwah di Aljazair yang menulis surat kepada beliau menanyakan apakah haram hukumnya bila ia melakukan mogok kawin karena takut bila menikah akan menyebabkannya tercabut dari jalan dakwah.

Beberapa akhwat yang pernah penulis temui seusai acara liqa’at ruhiyah akhwat di masjid Al Azhar Jakarta mengutarakan bahwa belakangan ini mereka semakin takwa saja. “Oh ya?”, tanya penulis, berharap itu bahwa dampak positif ikut pertemuan tersebut. “Iya mbak, makin takwa makin takut walimah. Habis takut dapat suami ikhwah yang picik sehingga kita tidak bisa merasakan lagi nikmatnya pertemuan-pertemuan seperti ini.” “Oooh…” gumam penulis, lalu beristighfar berulang kali.

Setiap akhwat insya Allah menyadari bahwa kewajiban terhadap suami dan anak-anak adalah tarikan fitrah yang memang berguna memagarinya agar tidak melesat keluar dari garis fitrahnya selaku istri dan ibu.

Tetapi haruskah hal itu dibenturkan dengan keinginan suci berjihad membela agama Allah? Bahkan Allah SWT berfirman dalam QS. at Taubah ayat 24, bahwa cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya harus diprioritaskan di atas segala-galanya termasuk di atas suami dan anak-anak.

Bagaimana halnya dengan wanita-wanita Afghanistan yang ditemui Zainab al Ghazali di barak-barak pengungsi di Pakistan saat invasi Uni Soviet dulu, mereka telah mempersembahkan segala-galanya, suami, anak-anak, harta dan tanah air mereka demi perjuangan tetapi mereka masih lagi bertanya, “Apa lagi yang bisa kami berikan, korbankan untuk jihad fisabilillah, ya Ibu?” Zainab al Ghazali menjawab dengan penuh rasa haru, “Ada…, kalian masih senantiasa memiliki cinta. Berikanlah cinta, simpati dan doa kalian untuk setiap mujahid yang berjuang di jalan Allah.” Subhanallah! Adakah yang salah dengan mereka, dengan obsesi-obsesi mereka yang luar biasa untuk habis-habisan di jalan Allah?

Belum lagi kisah-kisah indah yang terukir di periode awal Islam ketika Khansa mempersembahkan semua putranya sebagai syuhada di jalan Allah dan bersedih karena tak memiliki lagi putra yang akan dipersembahkannya di jalan Allah.

Begitu pula saling dukung di antara Ummu Sulaim dan abu Thalhah. Agar suaminya tak gundah dan menunda keberangkatannya untuk jihad di jalan Allah, Ummu Sulaim yang hamil tua pun ikut ke medan jihad.

Demikian juga Asma binti Abu Bakar yang sedang mengandung Abdullah bin Zubeir. Di saat hamil tua itu ia berjihad membantu proses hijrah yang sangat luar biasa beratnya. Zubeir bin Awwam sang suami ikut mendukung dan tidak protes, “Ah Asma, kamu tidak realistis, hamil tua seperti ini ikut dalam misi yang sangat berbahaya.”

System Islam yang tegak begitu mendukung kiprah perjuangan muslimah, ditambah team work dan dukungan yang baik di dalam keluarga inti dan dilengkapi pula dukungan sinergis dari komunitas yang ada saat itu. Di saat-saat perang, wanita dan anak-anak yang ikut dikumpulkan di satu tempat dan dikawal ketat oleh beberapa petugas. Dan muslimah-muslimah yang bertugas sebagai tenaga medis dan dapur umum dapat berjihad dengan tenang, sementara anak-anak mereka dijaga oleh wanita-wanita yang sedang tidak bertugas ke medan jihad.

Melihat kisah-kisah indah di atas, seharusnya tak ada ruang tersisa bagi keegoisan dan keapatisan dari ikhwah maupun akhwat.

Kisah-kisah tersebut mengajarkan pada kita dua tugas mulia yakni berbakti di dalam rumah tangga dan berjihad di jalan Allah bukan dua hal yang harus dibenturkan atau dipertentangkan satu sama lain. Dan kebajikan yang satu tak harus meliquidir kebajikan yang lainnya, melainkan menjadi sesuatu yang seiring sejalan secara sinergis.

Sehingga tak ada lagi cerita akhwat yang dipojokkan dan menjadi memiliki guilty feeling (perasaan bersalah), “Ah, dia terlalu aktif sih… jadi anak-anaknya tak terurus.” Atau, “Awas, lho…. Jangan aktif-aktif, nanti suaminya diambil orang.”

Ironis memang, sesama muslimah yang harusnya saling membantu dan mendukung malah memojokkan dan menakut-nakuti kaumnya sendiri yang aktif di medan haraki. Sementara wanita-wanita feminis, marxis, lebaris kompak bersatu menyebarkan kemungkaran.

Tetapi akhwat tak boleh menyerah. Ia memang tak perlu segera menyalahkan pihak-pihak lain yang kurang atau tidak mendukung. Lebih baik ia berpikir positif membangun citra diri akhwat muslimah yang baik, berjiddiyah menjaga keseimbangan dan memiliki kemampuan mengatur skala prioritas. Ia juga harus memiliki kondisi fisik, aqliyah dan ruhiyah yang prima karena ia bekerja di luar kelaziman wanita-wanita lain pada umumnya. Karena ia tidak egois, karena ia memikirkan umat, karena ia punya cita-cita mulia yakni menegakkan syariat Islam dan tentu saja …. karena ia ingin masuk surga dengan jihad di jalan-Nya.

Kisah-kisah indah dalam sirah memang perlu sebagai batu pijakan. Sejarah dapat menjadi sumber inspirasi dan ibrah. Tetapi kita tidak bisa berhenti hanya pada nostalgia-nostalgia kejayaan masa silam, seperti: “Enak ya di zaman Rasulullah wanita benar-benar dihargai dan diberi kesempatan ikut berkiprah dan berjuang. Senang ya, para wanitanya juga saling dukung…”

Secara waqi’, riil yang kini kita lihat dan hadapi adalah kondisi realitas kontemporer yang penuh dengan tantangan-tantangan global. Era globalisasi membuat the world has turned into a small village, dunia sudah berubah menjadi sebuah desa kecil. Laiknya sebuah desa kecil proses interaksi dan saling mempengaruhi terjadi begitu intensif, apalagi teknologi informasi yang berkembang pesat kadang membuat dunia Islam dibanjiri informasi seperti air bah yang juga membawa kotoran-kotoran. Tanpa proses filterisasi, bagaimana jadinya anak-anak kita, wajah generasi mendatang.

Dapatkah kita bersikap apatis pada lingkungan dan dunia luar? Sementara al insan ibnul bi’ah (manusia anak atau bentukan lingkungannya). Jika kita tidak ikut berjuang menghadirkan sebuah lingkungan yang kondusif bagi keimanan dan ketakwaan serta keshalihan anak-anak kita, bagaimana kelak pertanggungjawaban kita kelak di hadapan Allah SWT?

Bukankah Rasulullah pernah mengingatkan para orangtua, “Didiklah anakmu karena ia akan hidup di zaman yang berbeda dengan zamanmu”. Seorang wartawati muslimah yang menghadiri konferensi wanita sedunia yang diselenggarakan PBB tahun 1995 di Beijing mengatakan bahwa konferensi ini merupakan sebuah perang mahal (menghabiskan dana sekitar 68,7 milyar rupiah), besar (dihadiri 25.000 orang dari sekitar 170 negara) dan berbahaya walau tanpa senjata dan luka.

Karena selain menjadi ajang pertarungan kepentingan-kepentngan politik individu-individu dan negara-negara tertentu, serta konflik berkepanjangan antara negara-negara maju (utara) dan negara-negara berkembang (selatan), juga menjadi sarana bagi para penganut paham everything goes (permisivisme) untuk meluluhlantakkan nilai-nilai suci kehidupan perkawinan dan keluarga.

Mereka menghendaki pasangan-pasangan lesbi ataupun gay juga diakui bentuk keluarga yang normal dan sah karena kebebasan orientasi seksual (apakah hetero atau homo) adalah hak asasi. Mereka juga menghendaki legalisasi aborsi dan pendidikan seks yang independen tanpa campur tangan orang tua bagi remaja.

Melihat begitu berat dan kompleksnya tantangan zaman saat ini, dimana akhwat? Haruskah ia tinggal diam, aman dan suci di rumahnya yang indah dan nyaman sementara dunia terus menjadi bobrok dan mengalami proses pembusukan?

Bukankah seharusnya kita takut jika berhenti menjadi wanita shalihah belaka tetapi tidak mushlihah yang melakukan ishlahul ummah. Karena pernah ada satu negri yang akan dihancurkan Allah seperti yang ada dalam QS. 7:4-5, malaikat berucap bahwa masih ada satu orang shalih yang berdzikir, Allah SWT tetap menyuruh negri itu dihancurkan dan justru dimulai dari orang yang shalih tersebut.

Hendaknya kita juga mawas diri terhadap firman Allah QS. 25:30 bahwa kita harus takut terhadap bencana yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja. Jika kita bersikap pasif dan defensif dalam melihat kemungkinan-kemungkinan di depan mata, kita (seperti dikatakan dalam sebuah hadits) seperti berada di sebuah kapal besar dan berdiam diri melihat orang-orang sibuk melubangi kapal tersebut sehingga akhirnya kita ikut karam bersama kapal tersebut.

Akankah kita terus tinggal diam karena sibuk berkutat dengan urusan keluarga dan dalam negeri yang tak pernah selesai? Percayalah bahwa Allah akan menolong semua urusan kita termasuk keluarga kita jika kita menolong agama Allah (QS. 47:7) karena keberkahan, khairu katsir (kebaikan yang banyak) akan senantiasa melingkupi perjalanan hidup seorang akhwat.

sumber:www.dakwatuna.com

Kamis, 04 Desember 2008

Kematian Hati

oleh :
(alm) K.H. Rahmat 'Abdullah

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang
mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang
yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa
hanya agar dapat segera pergi. Seperti penagih hutang yang kejam ia
perlakukan Tuhannya.

Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama.
Dingin, kering dan hampa,tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak
disyukuri. Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk
berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH
berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap
ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar
perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam
hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka
baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh,
alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.
Asshiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH,
jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau
hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidak
tahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan
dana,lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada
orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian
menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya
sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu
merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan
atau ketidak-sesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak
mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang.

Mereka telah menukar kerja dengan kata. Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing.
Begitu kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu
makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa
rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.

Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu
sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau
meni'matinya? Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau
kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani
meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka
lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung.
Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1.500
responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir
separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan
dengan perkosaan.

Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan
aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah
rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan
menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan
canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu. Kemana
getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan
segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"? Saat engkau muntah melihat
laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung
ustadzmu yang mengatakan "Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana
perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton
akting mereka tidak dilaknat?" Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul
bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti
ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan
dirimu, tak ada ALLAH disana?

Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil.
Justeru engkau akan dihadang tantangan : sangat malu untuk menahan
tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar.
Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa. Semua gerak harus ditakar
dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang,
walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki.

Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter,
maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi? Begitu
jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya
telah salah melangkah lebih dulu.

Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus
ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi
di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu
maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu
segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan
seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku,
karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat
daripada ayah kandung dan ayah mertua?"

Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar
diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua
kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang
sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang
alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau
andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang
maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir? Bila
demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami
dan papi dengan anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mal.
Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak
mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya".
Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak
minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah
engkau punya harga diri.

Kamis, 20 November 2008

Perempuan Bukan Hiasan Rumah

“Perempuan Aceh melebihi kaum perempuan bangsa-bangsa lainnya dalam keberanian mereka, dan tidak takut mati. Keberanian mereka melampaui kaum lelaki. Perempuan Aceh bukan sebagai perempuan yang lemah dalam mempertahankan cita-cita dan agama mereka, tapi mereka juga tampil gigih di medan perang dan melahirkan anak-anak mereka di antara dua serbuan penyergapan”.

Demikian pengakuan dari seorang mantan anggota Marsose Belanda, Sentgraff dalam bukunya ‘De Atjeh’. Keperkasaan perempuan Aceh bukan hanya legenda semata, tapi sebuah fakta. Pada masa penjajahan Belanda, peran kaum perempuan di Aceh sangatlah menonjol. Cut Meutia, Pocut Baren, Cut Meurah Insen adalah figur perempuan Aceh yang tampil sebagai pemimpin. Cut Nyak Dhien, dalam kondisi fisiknya yang sudah tua dan kedua matanya buta, masih terus bergerilya dan berjuang mengusir penjajah Belanda.

Laksamana Keumalahayati, pemimpin angkatan laut kerajaan Aceh yang kesohor dan gigih memimpin armada perang melawan pasukan Portugis yang hendak menguasai Aceh di masa Sultan Alauddin Riayat Syah (1588-1604 Masehi). Dan, Po Cut Limpa, sebagai Ketua Dewan Rahasia (dinas intelijen kerajaan).

Pada abad ke 15 dimasa kerajaan pertama Samudra Pasai, peran perempuan sudah tampil di depan. Ratu Nahrasiah adalah Sultanah pertama di Aceh yang memimpin kerajaan Samudra Pasai menggantikan ayahnya Sultan Zainal Abidin. Di bawah kepemimpinan Ratu Nahrasiah inilah tradisi pimpinan oleh perempuan bermula di Aceh.

Sultanah Safiatuddin, putri Sultan Iskandar Muda, memimpin kerajaan Aceh tahun 1614-1675 M setelah Sultan Iskandar Tsani (suaminya) mangkat. Ratu Safiatuddin memimpin kerajaan Aceh lebih lama dibandingkan dengan para Sultan sebelum dan sesudahnya. Bertahannya dengan waktu yang lama kepemimpinan para Sultanah karena mereka sangat menghargai seluruh komponen dalam masyarakat Aceh dan mengutamakan konsep kesetaraan gender. Disamping itu, para ulama dilibatkan menjadi penasehat istana.

Peran perempuan-perempuan dimasa kerajaan Aceh dahulu sangatlah menonjol. Kebangkitan perempuan Aceh untuk menjadi pemimpin kerajaan, disamping kecerdasannya, berani, mempunyai jiwa leadership yang bagus, dan juga diterima oleh rakyat--terutama kerabat kerajaan.

Pada waktu itu, tidak ada perdebatan yang menghalangi bahwa perempuan tidak bisa untuk memimpin negara. Setelah Ratu Safiatuddin berkuasa, kerajaan Aceh masih mengandalkan perempuan untuk memimpin negara. Seperti; Ratu Nurul Alam (berkuasa tahun 1675-1678 M), Ratu Inayat Zakiatuddin (1678-1688 M) dan Ratu Kumalat Zainatuddin (1688-1699 M).

****
Di era kemerdekaan yang sudah sangat modern sekarang ini, peran perempuan Aceh tidak begitu tampak menonjol dan sangatlah kecil untuk dapat bertarung di wilayah publik, terutama di arena politik. Kondisi ini tidak mencerminkan jiwa pendahulu mereka yang sangat tangguh dan berani menghadapi tantangan. Kesan bahwa perempuan adalah saf kedua setelah pria masih mempengaruhi pola pikir mereka sehingga untuk maju lebih kedepan merupakan sebuah sandungan. Padahal, tingkat kecerdasan, pendidikan dan wawasan perempuan Aceh sudah meningkat tinggi dan mampu menyamai kaum pria.

Memang, diskriminasi dan persamaan hak masih menjadi kendala bagi perempuan untuk berkiprah di jalur utama. Karena, kaum pria masih mengandalkan dirinya sebagai pemeran utama dan perempuan hanyalah figuran untuk mengisi peran-peran yang tidak begitu penting. Akibatnya, kaum perempuan tidak mampu melatarbelakangi dirinya dengan sejarah kerajaan Aceh tempo dulu, bahwa perempuan merupakan figur yang tidak pernah diperdebatkan untuk menjadi pemimpin. Bahkan Raja (kerabat kerajaan) waktu itu lebih mempercayakan perempuan untuk mengisi jabatan strategis di dalam kabinetnya.

Di dalam struktur pemerintahan Aceh saat ini, jabatan kepala; baik di bidang/bagian, apalagi kepala dinas/badan, posisi perempuan bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Jika pun ada, itu hanya lembaga yang berhubungan langsung dengan kaum perempuannya. Ironi, di lembaga dewan/parlemen Aceh, jerit perempuan nyaris tidak terdengar untuk mensuarakan nurani rakyat. Sehingga aspirasi kaum hawa sering terabaikan di ruang sidang yang dihuni mayoritas pria.

Ketika Nanggroe Aceh terlepas dari derita panjang akibat konflik dengan disepakatinya nota kesepahaman perdamain antara pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tahun 2005 silam. Geliat perempuan Aceh mulai terlihat dan muncul kepermukaan dalam wadah partai politik lokal. Mereka mendirikan Partai Aliansi Rakyat Aceh Peduli Perempuan ( PARA ), yang mengusung dasar-dasar kesetaraan gender serta maksud memperjuangkan aspirasi perempuan di jalur politik. Namun, sangat disayangkan, dalam usahanya untuk melangkah ke pemilu 2009 ternyata gagal oleh aturan persyaratan yang ditetapkan panitia verifikasi (KIP Aceh).

“Perempuan memang belum saatnya berpolitik praktis”. Itu bukan kata bijak dari orang-orang yang bijaksana. Tapi sebuah bentuk ketakutan dari sebagian orang yang masih menganggap bahwa perempuan akan melangkahi dan melebihi pengaruh pria. Ratu Nahrasiah telah merintis konsep kesetaraan gender dimasa kepemimpinannya di kerajaan Samudra Pasai pada abad ke 15. Peran perempuan disamakan dengan pria dalam jabatan di pemerintahannya.

Perempuan adalah tetap ibu yang melahirkan anak-anaknya. Dan tidak berarti bahwa perempuan harus menutup wawasannya serta potensi yang dimilikinya untuk dikembangkan. Sebab, roda jaman terus berputar dan selalu mengalami perubahan. Semoga perempuan Aceh dapat mengukir lagi sejarah para Sultanah sebagai pemimpin kerajaan Aceh saat itu untuk di abadikan kembali di masa kini.
http://klubhelvy.multiply.com

Minggu, 02 November 2008

Barcode dan Made in

Seluruh dunia kini nampaknya mengambil jarak dengan produk (terutama susu atau makanan) buatan China.
Ditengarai adanya ulah (apakah dari produsen atau dari retailer atau pihak tertentu lainnya) yang tidak menampakkan atau tidak menunjukkan "Made In China" atau "Made In Taiwan" karena takut produknya gak dibeli. Tapi dengan mudah kita bisa mengenali dari barcode-nya. Barcode dengan awalan 690, 691 atau 692 adalah made in China. Sedangkan barcode dengan awalan 471 adalah made in Taiwan.



Merupakan 'hak azasi manusia' untuk mengetahui hal ini, tetapi 'pendidikan masyarakat' tentang hal ini tidak dilakukan oleh pemerintah atau departemen terkait. Oleh karenanya kita harus menyelamatkan kita sendiri dan orang-orang yang kita sayangi.

00-13: USA & Canada
20-29: In-Store Functions
30-37: France
40-44: Germany
45: Japan (also 49)
46: Russian Federation
471: Taiwan
474: Estonia
475: Latvia
477: Lithuania
479: Sri Lanka
480: Philippines
482: Ukraine
484: Moldova
485: Armenia
486: Georgia
487: Kazakhstan
489: Hong Kong
49: Japan (JAN-13)
50: United Kingdom
520: Greece
528: Lebanon
529: Cyprus
531: Macedonia
535: Malta
539: Ireland
54: Belgium & Luxembourg
560: Portugal
569: Iceland
57: Denmark
590: Poland
594: Romania
599: Hungary
600 & 601: South Africa
609: Mauritius
611: Morocco
613: Algeria
619: Tunisia
622: Egypt
625: Jordan
626: Iran
64: Finland
690-692: China
70: Norway
729: Israel
73: Sweden
740: Guatemala
741: El Salvador
742: Honduras
743: Nicaragua
744: Costa Rica
746: Dominican Republic
750: Mexico
759: Venezuela
76: Switzerland
770: Colombia
773: Uruguay
775: Peru
777: Bolivia
779: Argentina
780: Chile
784: Paraguay
785: Peru
786: Ecuador
789: Brazil
80 - 83: Italy
84: Spain
850: Cuba
858: Slovakia
859: Czech Republic
860: Yugoslavia
869: Turkey
87: Netherlands
880: South Korea
885: Thailand
888: Singapore
890: India
893: Vietnam
899: Indonesia
90 & 91: Austria
93: Australia
94: New Zealand
955: Malaysia
977: International Standard Serial Number for Periodicals (ISSN)
978: International Standard Book Numbering (ISBN)
979: International Standard Music Number (ISMN)
980: Refund receipts
981 & 982: Common Currency Coupons
99: Coupons

Kayaknya yang menarik dibeli adalah produk dengan barcode berawalan 899

Sabtu, 18 Oktober 2008

lebaran....lebaran

Seiring dengan berjalannya waktu, lebaran pun menjelang. Pada hari kedua, aku dan teman-teman janjian silaturahim bareng ke rumah-rumah ‘sesepuh’. Tidak sempat semua di datangi, karena ada yang pulang kampung, tapi yang ada cukup lah mewakili. Seperti biasanya kalau akhawat ngumpul, kali inipun heboh. Ada yang memonopoli kue tertentu, ada yang asyik cerita, ada yang makan terus tak peduli dengan keributan sekitarnya, ada juga yang penasaran nanya sama tuan rumah resep kuenya. Ada juga yang hobi ngitung sudah berapa kali numpang ke belakang sama tuan rumah. Ada-ada saja tingkah, celotehan dan komentar yang mengundang gelak tawa. Puncaknya ketika tengah hari singgah ke rumah salah seorang ‘anggota rombongan’ disuguhi makan siang dengan lauk rendang daging. Enak banget!!! Habis makan langsung bubaran pulang ke rumah masing-masing. But meski heboh, ketika kamera on semua langsung pasang aksi manis ^_^

Jumat, 17 Oktober 2008

RUU PORNOGRAFI

http://apadong.com/2008/09/13/alamat-surat-dukungan-pengesahan-ruu-pornografi/

Ayo Dukung RUU PORNOGRAFI dan Selamatkan Bangsa Indonesia

RUU Pornografi? Yes!

Penantian itu berakhir juga

Beberapa hari yang lalu, satu lagi pernikahan yang kuhadiri. Perjuangan sang pengantin perempuan untuk sampai ke pelaminan cukup melelahkan. Kendala yang terbesar justru datang dari keluarga sendiri. Ketika pertama kali mengajukan keinginan menikah, jawaban yang didapat sungguh memilukan. Boleh saja nikah, tapi biaya kuliah di hentikan karena bukan tanggung jawab mereka lagi. Terpaksa keinginan nikah ditunda dulu karena calon suami juga tidak mampu membiayai kuliah dan terikat janji harus membiayai usaha orang tua selama beberapa tahun. Kali kedua setelah lulus kuliah, lagi-lagi jawaban yang didapat mengecewakan. Tunggu kakak perempuan nikah dulu, tidak baik melangkahi orang yang sudah berjasa besar seperti beliau. Maka ia menunggu dan kali ini rasanya tidak akan lama karena sang kakak telah memiliki calon. Calon suami diizinkan datang mengkhitbah, tanggal telah ditetapkan, walau sang kakak mengatakan tidak akan menghadiri acara tersebut. Meski sakit, ia bisa berbahagia sebentar lagi penantian itu berakhir. Tapi rencana hanyalah rencana, Allah jua yang menentukan. Beberapa bulan menjelang hari H, sang kakak mendapatkan undangan dari pacarnya, akan menikah pada bulan yang sama. Demi menjaga perasaan kakak agar tidak sakit hati dua kali, pernikahanpun diundurkan. Selama masa penantian, berbagai cara dijalankan, semua bantuan dikerahkan untuk melunakkan hati sang kakak. Alhamdulillah, sehari sebelum akad nikah, sang kakak dilamar orang. Walimah pun dilaksanakan dengan cukup meriah. Handai taulan datang dari berbagai kota. Namun meski sangat sibuk mengurus dan mengatur semuanya, sang kakak tetap dingin terhadap adiknya. Entahlah, mungkin ini bentuk kasih sayangnya yang tak mampu diucapkan terhadap adik yang selama ini dijaga dan dibesarkan. Wallahu ‘alam.

Selasa, 30 September 2008

Hal-hal Ajaib Tersembunyi di Dalam Pikiran

Apakah anda setuju jika saya katakan terdapat banyak hal-hal ajaib tersembunyi di dalam pikiran?


1) Tenaga ajaib tersembunyi dalam pikiran

Percaya atau tidak apabila anda sentiasa memikirkan tentang kenyang, anda tidak akan lapar. Buktinya apabila anda menjalani ibadah puasa, anda tidak berfikir pun tentang makan sepanjang hari, tetapi anda tetap mampu melakukan aktivitas kehidupan sebagaimana biasa. Padahal pada hari-hari biasa, awal pagi lagi anda sudah terasa hendak makan.

Demikianlah apabila anda tidak memikirkan tentang lelah, anda akan semangat dan bertenaga sepanjang hari.

Sebaliknya apabila anda mula berkata ”Aku malas hari ini”, “Aku bosan hari ini”, anda akan benar-benar malas dan bosan. Maka jika anda ingin cemerlang dan berjaya, bijak-bijaklah berhubung dengan imaginasi. Imaginasi boleh menjadikan anda apa sahaja. Dari sini kita bisa simpulkan, ”Kita sendirilah yang meminta setiap apa yang berlaku pada diri kita.

2) Berkomunikasi dengan pikiran ke pikiran


Apabila anda mengingat seseorang, dan jika ingatan anda itu jujur, ikhlas dan bertanggungjawab, dan tiada gangguan, anda sebenarnya telah mengantar gelombang pikiran kepada orang itu. Anda mungkin mendapat tindak balas yang menakjubkan.

Jika ingatan anda terhadapnya adalah yang baik-baik, dalam masa yang sama insyaALLAH dia akan mengingat yang baik-baik juga tentang anda. Maka karena itulah sesekali pada saat-saat tertentu anda teringat seseorang yang telah lama anda tidak temui secara tiba-tiba. Barangkali pada saat itu orang berkenaan sedang memikirkan tentang anda dan gelombang pikirannya telah mengembara dan akhirnya sampai kepada anda.

Gelombang yang lemah akan tersasar atau tidak sampai ke matlamat ataupun ghaib begitu saja ditelan gelombang-gelombang yang lebih kuat yang sentiasa bersimpang siur. Gelombang pikiran akan lebih hebat kesannya terhadap mereka yang mempunya jalinan emosi ataupun pertalian darah yang rapat misalnya suami isteri, ibu dan anak, adik beradik kembar dan rakan seiras.

3) Daya magnet dalam fikiran beremosi

Tahukah anda apabila anda membenci seseorang, anda sebenarnya telah menarik kebencian orang itu terhadap anda. Fikiran yang beremosi ada daya tarikan bagaikan magnet yang akan menarik sebarang pemikiran yang sealiran.

Sebagaimana gelombang pikiran tadi, kebencian akan terhasil dalam bentuk gelombang-gelombang negatif yang mengembara dan akhirnya sampai kepada orang yang anda benci itu. Oleh itu, seseorang yang menjadikan imaginasinya sebagai salah satu laluan untuk kejayaan tidak boleh berfikiran negatif. Dia harus berfikiran positif supaya pemikiran yang sama akan kembali kepadanya.

4) Mengawal pikiran untuk lebih berjaya

Tiada siapapun yang dapat membuat anda marah jka anda sendiri tidak ingin marah. Soal emosi yang tersentuh adalah perasaan yang boleh dikawal jika anda mau mengawalnya. Jika anda memang tidak mau marah anda tidak akan marah.


Orang boleh menjadi terlalu sedih kerana dia memberi jalan kepada dirinya untuk berasa sedih. Kesedihan yang melampau-lampau pula bermula daripada emosi yang ditarik-tarik, diiya-iyakan, dirangsang-rangsang dan disungguh-sungguhkan, ibarat api yang dicurahkan bensin ke atasnya. Api akan menyambar hebat padahal jika dibiarkan saja, lambat laun ia akan padam sendiri. Kejayaan pertama orang yang berjaya ialah dapat mengawal emosinya.

5) Dua pemikiran dalam masa yang sama

Anda mungkin pernah melihat seseorang yang beremosi pada satu masa tetapi pada masa yang sama berbicara seolah-olah tidak menghadapi masalah dan ingat, orang ini bukanlah seorang aktor. Seorang ayah memarahi anaknya dengan kemarahan yang beriya-iya tetapi dalam masa yang sama dia menghadiahkan anda senyuman dan mula bercakap lembut dengan anda. Itu tanda permulaan bagi seorang yang dapat mengawal emosinya. Seorang yang ingin menggapai kejayaan melalui imaginasi perlu lebih pandai mengawal emosi.

6) Pikiran teransang melalui solat dan doa

Solat itu doa dan doa itu perlu dalam proses kehidupan seseorang manusia. Manusia perlu berdoa untuk menjalinkan hubungan yag erat antara dirinya dengan alam ghaib dan yang terpenting dengan PENCIPTA-nya. Kenyataannya orang yang senantiasa berdoa dan senantiasa menunaikan solat tepat pada waktunya atau lebih baik pada awal waktu akan dapat membentuk dan meningkatkan kekuatan pikiran melalui fikiran yang lebih terfokus.

Seorang yang berjaya adalah seorang yang tenang dan ketenangan mutlak ataupun puncak bagi ketenangan adalah solat. Hakikat ketenangan tidak ada dalam diri seseorang yang ingkar solat atau tidak pernah berdoa.

Dipetik daripada buku “Membina Imaginasi Cemerlang”, ms 123-126.

www.iluvislam.com
oleh: Dr. HM Tuah Iskandar al-Haj
dihantar oleh: putribalqisz

Kamis, 25 September 2008

.................

Ibarat kaca yang berdebu, jika terlalu lembut membersihkannya maka ia mudah ternoda. Jika terlalu keras maka ia akan retak. Begitulah karakter hati. Jika terlalu berlemah lembut, ia mudah sekali terkena berbagai noda, mulai dari sekedar tanya yang muncul hingga virus yang mematikan. Maka membersihkannya memerlukan tenaga ekstra dan waktu yang tidak sedikit. Bisa beberapa hari hingga bertahun-tahun tergantung pembersih yang digunakan, dan lingkungan yang mendukungnya. Namun jika memaksanya terlalu keras, maka goresannya mampu meluluhlantakkan hingga berkeping-keping, lalu hilang.
Maka menata kembali akan sangat melelahkan. Beruntunglah jika memiliki seseorang yang mendukung dengan penuh kasih.
Tetapi, kekerasan tekad untuk menyatukannya lagi, jika sendirian justru menghancurkannya. Diri tak mampu menerima, tenggelam dalam kecewa, lalu hilang membawa amarah yang entah ditujukan pada siapa. Mengasingkan diri, hingga akhirnya kembali pada masa lalu yang jahil.

Inginku, tetap berada di sini, bersama-sama meniti jalanan.
Inginku, denganmu selalu.
Inginku, tetap berada di sini, meski tanpamu.
Inginku, hanya Engkau yang ada di hati

Puing-puing hati


Puing-puing identik dengan berserakan, tak beraturan, berantakan. Puing-puing sejarah, ia berantakan namun tetap mengandung makna. Begitupun dengan hati, ketika ia berantakan, berserakan, meski tak mempengaruhi banyak orang, serpihannya mengandung makna.

Patah karena cinta, hancur karena duka, lebur luluh lantak oleh jiwa yang merana. Semua menyebabkan ia menjadi puing-puing yang terserak di relung jiwa. Tiap kepingnya menyimpan rasa, nama, peristiwa. Tiap kepingnya mempunyai kisah. Namun yang ada hanya lara.

Kita berusaha menyatukannya kembali. Satu persatu serpihannya dipungut. Disatukan sesuai ceritanya. Namun ia tetaplah tak sesempurna sebelumnya. Ada saja serpihan yang tertinggal, terlupakan atau sengaja dilupakan. Adalah kita yang akan mengisi bagian yang kosong dengan harapan-harapan baru. Asa akan kisah yang lebih bahagia, sehingga duka lara menjadi masa lalu.

Sebab rasa sakit itu hanya ada pada saat ia patah, maka manisnya akan terasa ketika ia disatukan lagi.

(Di inspirasikan oleh seseorang, yang pernah broken heart?)

Duhai....


Pilkada telah di jalani. Incumbent bakalan bertahta lagi. Sejumlah cerita mengisi kemenangannya. Mulai dari serangan fajar, hingga ancaman pecat bagi pegawai. Duhai, tidakkah mereka sadari hal itu hanya ancaman belaka, tidakkah mereka menginginkan perubahan ? Mengapa mereka lebih suka kondisi yang sama ? Duhai, alangkah rindunya pada sang anasyir taghyir.

Selasa, 09 September 2008

Tanpa suara

Terjadi lagi

Kau jatuh ke lubang yang sama

Kali ini lebih dalam kau terjatuh

Keledai saja tidak jatuh dua kali

Apa yang kau inginkan?

Bukankah telah berjanji tidak akan mengulanginya?

Bukankah kau katakan telah meninggalkannya?

Hanya begitukah kau tepati janjimu

Tidak….

Aku tidak jatuh lagi ke lubang yang sama

Aku hanya belum mampu bangkit dari keterpurukanku

Tidak…..

Aku tidak jatuh lagi

Hanya belum mampu keluar

Kau masih di sana

Apa yang kau tunggu

Bukti

Bukankah Dia telah memberi tanda

Do’amu terjawab sekian waktu yang lalu

Apa lagi yang kau inginkan

Berapa lama lagikah sampai kau sadar

Beritahu aku….

Ajari aku…

Jangan tinggalkan aku….

Aku tidak meninggalkanmu

Kau yang menjauh dariku

Khayalmu membangun dinding pemisah

Antara kita

Sadarlah..

Wahai diri

Lihatlah di sana

Ada banyak yang bisa kau lakukan

Bangkitlah

Bangunlah

Keluarlah tinggalkan ia

Jangan kau khawatirkan lagi

Ia bukanlah milikmu

Ia milik Allah

Sabarlah

Tunggulah waktunya kan tiba

Jangan sia-siakan waktumu

Lihat di sana

Tempatmu seharusnya berada

Aku menunggumu

Sambut genggamku, iringi langkahku

Ikut denganku, dengar aku

Ini jalanNya

Jika bersabar Dia akan menolongmu

“Robbi, sungguh ku menyiksa diri. Jika tak Kau ampuni, tak Kau sayangi”

Rabbana taqabbalminna innaka antasami’ul ‘alim wa tubb’alaina innaka antattauwaburrahim

Rabu, 03 September 2008

KATA

Tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi di hari depannya. Dulu ketika masih kuliah saat dosen PPKn menerangkan tentang politik di Indonesia yang ada dipikiran adalah : ini dosen ngomongin apa sih? Ngapain orang-orang yang bakalan berhadapan dengan mesin dan bahan kimia dikasi ilmu politik? Nggak nyambung banget !! Namun takdir Allah berkata lain. Justru sekarang sebagian besar waktu saya habis di parpol, meski bukan orang penting. Dan tidak bersentuhan sama sekali dengan basic kuliah dulu. Rasanya lucu kala mengingat dulu berkata tidak mengerti dan tidak mau mengerti politik.

Masih terekam dalam memori saat seorang adik mengatakan hal-hal buruk tentang jilbab panjang yang kami pakai. Saat itu terucap olehnya tidak akan pernah menggunakan jilbab seperti kami, karena yang tertanamkan dalam pikirannya hanyalah prasangka buruk tentang jilbab ini. Waktu berlalu, terbukti Allah adalah Maha Pembolak-balik Hati. Ketika pulang liburan kuliah, saya bertemu dengannya dalam balutan gamis dan jilbab yang panjangnya lebih dari yang saya pakai ! Saya hanya ternganga ketika itu. Sambil senyum-senyum iseng saya tanyakan: siapa ya yang dulu ngejek jilbab ? Sambil senyum malu-malu ia bilang: itukan dulu, waktu belum paham. Rupanya ketika menginjakkan kaki dilingkungan kampus, para seniornya telah mengubah pandangannya yang salah tentang jilbab panjang.

Perkataan yang hebat terekam dalam sejarah. Seorang penulis terkenal (lupa namanya, Hemmingway, Flemmingway, yang bunyinya seperti itu), menasehati anaknya pria sejati tidak akan bunuh diri. Ia berkata demikian setelah ayahnya bunuh diri. Ironisnya ayah dan anak ini justru ditemukan meninggal bunuh diri.

Menjelang Pilkada dan Pemilu 2009, banyak kata terucap dari para calon pemimpin di negeri ini. Janji-janji diumbar. Semuanya mengatakan akan mengubah negeri ini menjadi lebih baik. Namun hanya waktu yang akan membuktikan apakah janji-janji itu dilaksanakan. Atau sama seperti pendahulunya, manis ketika masih sebagai calon, pahit ketika telah menduduki kursi empuk. Berempati dengan rakyat sebelum dipilih, namun mencampakkan rakyat setelah berada ditampuk kepemimpinan.

Kata-kata buruk yang keluar dari lisan kita, akan menjadi bumerang nantinya. Perkataan yang baik pun akan menjerumuskan jika tidak dilaksanakan dan tidak dijaga kebaikannya. Jadi berhati-hatilah dengan perkataan.

Sabtu, 30 Agustus 2008

Senin, 25 Agustus 2008

Inhil ku


Perang telah dimulai. Di setiap sudut kota Tembilahan telah terpancang berbagai macam atribut kampanye. Baik atribut partai ataupun kandidat Bupati dan wakilnya. Bermacam-macam strategi mereka lancarkan. Dari cara kuno seperti bagi-bagi duit, seragam sampai cara yang termasuk baru di Indragiri Hilir ini, baliho besar dengan foto sang kandidat. Seru juga melihatnya. Tembilahan jadi lebih berwarna-warni, semarak.

Masing-masing kubu mengklaim didukung oleh kelompok ini, pemuda itu, masyarakat sana. Masing-masing kubu tidak mau kalah. Kalau hari ini kubu A pasang spanduk : Kami pemuda jln. M.Boya dukung A, besoknya muncul lagi spanduk : Kami pemuda jln. M.Boya tengah dukung B. Lucu rasanya, sejak kapan jln. M. Boya dibagi-bagi? Lebih lucu lagi ketika saya membaca spanduk : Kami pemuda jembatan 2 dukung B. Sebagai salah satu orang muda di wilayah ini saya bingung, kapan dan bila saya mengatakan mendukung beliau?

Tidak hanya perang spanduk, perang posko juga berlangsung. Ketika salah satu kubu bangun posko relawan di sudut jalan Diponegoro, kubu lain seperti kebakaran jenggot. Bangun juga posko disekitar posko sebelumnya. Bahkan kalau memungkinkan bangun disebelahnya. Sebagai penonton saya heran, apa perlu seperti itu? Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk posko seperti ini, namun fungsinya boleh dibilang tidak banyak. Jika telah selesai masanya, toh akan dibiarkan begitu saja. Masih bagus kalau nantinya digunakan sebagai poskamling. Tapi sekarang saja lebih banyak digunakan sebagai tempat kongkow-kongkow sambil main judi.

Coba kalau uang segitu digunakan pada hal-hal yang lebih berguna, pasar sembako murah misalnya. Sambil menyelam minum air, sambil promosi sekalian membantu rakyat. Dengan begini imej sang kandidat bisa lebih baik. Walaupun kita tahu, semuanya sama saja, hanya beda tipis antara kandidat satu dengan yang lain.

Meskipun demikian, saya masih bisa maklum dengan cara seperti ini, masih bisa diterima oleh hati meskipun berat. Tapi ternyata ada kandidat lain yang memakai cara yang tidak etis. Katanya PNS harus netral, tapi kok justru kepala dinasnya yang menekan bawahannya supaya mendukung kandidat itu? Ada cerita dari seorang teman, kepala dinasnya pendukung kubu kuning, mewajibkan setiap bawahannya mencari setidaknya 5 nama untuk mendukung si kandidat. Kalau tidak dapat, maka akan dimutasikan untuk PNS, atau dipecat untuk yang masih honor. Tentu saja ancaman seperti ini menimbulkan ketakutan, terutama yang masih honor. Jaman susah cari kerja begini, mana boleh dipecat cuma karena 5 nama. Di sinilah muncul ide, sederhana tapi efektif untuk menghindari pemecatan. Tuliskan saja nama anak-anaknya yang masih SD atau nama kerabat yang telah meninggal, alamatnya tuliskan saja daerah-daerah pelosok yang jarang dikunjungi. Aman.

Apa benar demikian? Meski terlepas dari ancaman kepala dinas, tapi tidak akan terlepas dari jeratan rasa bersalah. Itu kalau masih punya hati nurani, kalau tidak yah…..

Sebenarnya ada cara yang paling mudah untuk menang. Tidak perlu mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk memperoleh dukungan. Bahkan mungkin tidak perlu keluar serupiahpun. Yaitu memiliki akhlak yang baik. Seperti yang terjadi di Malaysia. Tidak perlu berkampanye, namun rakyat telah mengetahui kebaikan akhlaknya dan dengan sukarela memilihnya.

Tapi rupanya cara inilah yang paling tidak mungkin dilakukan oleh para kandidat kita.

Ah, andai saja Indragiri Hilir memiliki seorang Umar bin Abdul Aziz……….