Rabu, 19 Agustus 2009

Anak Harus Paham, Ada Agama Selain Islam

Bismillahirrahamanirrahim

Jika anak tak memahami proses terjadinya penyimpangan agama-agama di dunia, mereka akanmengalami kebingungan, mengapa hanya Islam diridhai Allah

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Ada seorang kepala sekolah, kepada murid-muridnya selalu menunjukkan bahwa di dunia ini hanya ada satu agama. Hal yang sama juga dilakukan kepada anaknya sendiri. Setiap kali ada hari libur keagamaan non-Islam, sekolah tetap masuk dan guru tidak boleh menginformasikan yang sesungguhnya. Guru hanya boleh menginformasikan kepada murid dengan satu ungkapan: “hari libur nasional”. Apa pun liburnya! Sungguh, sebuah usaha yang serius!

Hasilnya, anak-anak tidak mengenal perbedaan semenjak awal. Dan inilah awal persoalan itu. Suatu ketika anaknya bertemu dengan anak rekannya yang non- Muslim. Begitu tahu anak itu bukan Muslim, anaknya segera bertindak agresif. Anaknya menyerang dengan kata-kata yang tidak patut sehingga anak rekannya menangis. Peristiwa ini menyebabkan ia merasa risau, apa betul sikap anaknya yang seperti itu.

Tetapi ini belum seberapa. Ada peristiwa lain yang lebih memilukan. Suatu hari salah seorang muridnya mengalami peristiwa “mencengangkan”. Ia berjumpa seorang non-Muslim, yang akhlaknya sangat baik. Sesuatu yang tak pernah terduga sebelumnya, sehingga menimbulkan kesan mendalam bahwa ada agama selain Islam dan agama itu baik karena orangnya sangat baik.

Apa yang bisa kita petik dari kejadian ini? Semangat saja tidak cukup. Mendidik tanpa semangat memang membuat ucapan-ucapan kita kering tanpa makna. Tetapi keinginan besar menjaga akidah anak tanpa memahami bagaimana seharusnya melakukan tarbiyah, justru bisa membahayakan. Alih-alih menumbuhkan kecintaan pada agama, justru membuat anak terperangah ketika mendapati pengalaman yang berbeda. Beruntung kalau anak mengkomunikasikan, kita bisa meluruskan segera. Kalau tidak? Kekeliruan berpikir itu bisa terbawa ke masa-masa berikutnya, hingga ia dewasa. Na’udzubillahi min dzaalik.

Hanya Islam yang Allah Ridhai

Apa yang harus kita lakukan agar anak-anak bangga dengan agamanya, sehingga ia akan belajar meyakini dengan sungguh-sungguh? Tunjukkan kepadanya kesempurnaan agama ini. Yakinkan kepada mereka bahwa inilah agama yang paling benar melalui pembuktian yang cerdas. Sesudah melakukan pembuktian, kita ajarkan kepada mereka untuk percaya pada yang ghaib dan menggerakkan jiwa mereka untuk berbuat baik. Hanya dengan meyakini bahwa agamanya yang benar, mereka akan belajar bertoleransi secara tepat terhadap pemeluk agama lain. Tentang ini, silakan baca kembali kolom parenting bertajuk Ajarkan Jihad Sejak Dini di majalah Suara Hidayatullah kita ini.

Dalam urusan akidah, ajarkan dengan penuh percaya diri firman Allah Ta’ala: “… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. ” (Al-Maa’idah [5]: 3).

Melalui penjelasan yang terang dan mantap, anak mengetahui bahwa agama di dunia ini banyak jumlahnya, tapi hanya satu yang Allah Ta’ala ridhai. Baik orangtua maupun guru perlu menunjukkan kepada anak sejarah agama-agama sehingga anak bisa memahami mengapa hanya Islam yang layak diyakini dan tidak ada keraguan di dalamnya. Jika anak tidak memahami proses terjadinya penyimpangan agama-agama di dunia, mereka dapat mengalami kebingungan mengapa hanya Islam yang Allah ridhai.

Pada gilirannya, ini bisa menggiring anak-anak secara perlahan menganggap semua agama benar. Apalagi jika orangtua atau guru salah menerjemahkan. Beberapa kali saya mendengar penjelasan yang mengatakan Islam sebagai agama yang paling diridhai Allah. Maksudnya baik, ingin menunjukkan bahwa Islam yang paling sempurna, tetapi berbahaya bagi persepsi dan pemahaman anak. Jika Islam yang paling diridhai Allah, maka ada agama lain yang diridhai dengan tingkat keridhaan yang berbeda-beda. Ini efek yang bisa muncul pada persepsi anak.

Kita perlu memperlihatkan pluralitas pada anak bahwa memang banyak agama di dunia ini, sehingga kita bisa menunjukkan betapa sempurnanya Islam. Mereka menerima pluralitas (kemajemukan) agama dan bersikap secara tepat, sebagaimana tuntunan Rasulullah. Tetapi bukan pluralisme yang memandang semua agama sama.

Berislam dengan Bangga

Setelah anak meyakini bahwa Islam agama yang sempurna dan satu-satunya yang diridhai Allah ‘Azza wa Jalla, kita perlu menguatkan mereka dengan beberapa hal.

Pertama, kita bangkitkan kebanggaan menjadi Muslim di dada mereka. Sejak awal kita tumbuhkan kepercayaan diri yang kuat dan harga diri sebagai seorang Muslim, sehingga mereka memiliki kebanggaan yang besar terhadap agamanya. Mereka berani menunjukkan identitasnya sebagai seorang Muslim dengan penuh percaya diri, “Isyhadu bi anna muslimun.” Saksikanlah bahwa aku seorang Muslim!

Kedua, kita biasakan mereka untuk memperlihatkan identitasnya sebagai Muslim, baik yang bersifat fisik, mental dan cara berpikir. Inilah yang sekarang ini rasanya perlu kita gali lebih jauh dari khazanah Islam; bukan untuk menemukan sesuatu yang baru, tetapi untuk menemukan apa yang sudah ada pada generasi terdahulu yang berasal dari didikan Rasulullah Saw dan sekarang nyaris tak kita temukan pada sosok kaum Muslimin di zaman ini.

Ketiga, kita bangkitkan pada diri mereka al wala’ wal bara’ sehingga memperkuat percaya diri mereka. Apabila mereka berjalan, ajarkanlah untuk tidak menepi dan menyingkir karena grogi hanya karena berpapasan dengan orang-orang kafir yang sedang berjalan dari arah lain. Bukan berarti arogan. Kita hanya menunjukkan percaya diri kita, sehingga tidak menyingkir karena gemetar. Sikap ini sangat perlu kita tumbuhkan agar kelak mereka sanggup bersikap tegas terhadap orang-orang kafir dan lembut terhadap orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Allah Ta’ala pada Surat Al-Maa’idah ayat 54. “… bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.”

Berislam dengan Ihsan

Jika percaya diri sudah tumbuh, kita ajarkan kepada mereka sikap ihsan. Kita tunjukkan kepada anak-anak itu bagaimana seorang Mukmin dapat dilihat dari kemuliaan akhlak dan lembutnya sikap. Ada saat untuk tegas, ada saat untuk menyejukkan. Bukan untuk menyenangkan hati orang-orang kafir karena hati yang lemah dan diri yang tak berdaya, tetapi karena memuliakan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Bukankah Rasulullah berdiri menghormat ketika jenazah orang kafir diantar ke tanah pekuburan? Bukankah Shalahuddin Al-Ayyubi, salah seorang panglima yang disegani dalam sejarah Islam, memperlakukan musuh-musuhnya dengan baik dan penuh kasih sayang ketika musuh sudah tidak berdaya?

Dorongan untuk Berdakwah

Agar anak-anak itu memiliki percaya diri yang lebih kuat sebagai seorang Muslim, kita perlu tanamkan dorongan untuk menyampaikan kebenaran serta mengajak orang lain pada kebenaran. Ini sangat penting untuk menjaga anak dari kebingungan terhadap masalah keimanan dan syariat. Tidak jarang anak mempertanyakan, bahkan mengenai sesama Muslim yang tidak melaksanakan sebagai syariat Islam. Misalnya mengapa ada yang tidak pakai jilbab.

Melalui dorongan agar mereka menjadi penyampai kebenaran, insya Allah kebingungan itu hilang dan berubah menjadi kemantapan serta percaya diri yang tinggi. Pada diri mereka ada semacam perasaan bahwa ada tugas untuk mengingatkan dan menyelamatkan. Ini sangat berpengaruh terhadap citra dirinya kelak, dan pada gilirannya mempengaruhi konsep diri, penerimaan diri, percaya diri dan orientasi hidup. *Wallahu a’lam bish-shawab. [Sahid/www.hidayatullah.com]

Kiat-Kiat Bisinis Ala Afwan Riyadi

Bismillahirrahmanirrahim

Ada juga (sedikit) keuntungan mengikuti facebook, bisa mendapatkan ilmu yang mungkin belum diekspos di media atau blog lainnya. Kiat-kiat ini saya kumpulkan dari status-status yang beliau tulis di facebook. Menurut yang bersangkutan, masih ada kiat-kiat lainnya, tapi tunggu punya tunggu belum muncul juga, ya udah saya publishkan yang sudah ada saja, sebelum keburu lupa. Oya...saya copas sudah dengan izin beliau, silakan dibaca dan dicermati, siapa tau berhasil untuk anda, sebab kiat-kiat ini berdasarkan pengalaman pribadi beliau ^_^


Kiat Bisnis (1) :
Apakah modal bisnis yang paling berharga? --> Nama baik Anda.
Dengan kredibiltas Anda yang baik, maka tak sedikit orang berani berinvestasi dalam bisnis Anda; serta tak sedikit pula yang dengan senang hati menjadi pelanggan Anda.jadi, tidak ada namanya bisnis modal dengkul.. yang ada, bisnis modal nama. (coba Anda sodorkan dengkul anda ke orang-orang yang akan anda ajak berbisnis.... )

Nah, cukup dengan nama baik anda selama ini, bisnis anda bisa dimulai kapan saja tanpa uang anda keluar sepeser-pun.. dan dengan nama baik anda pula, biaya pemasaran akan jauh berkurang.

So, perbaiki nama baik anda. Sekarang juga!

Kiat Bisnis (2) :
Jika produk Anda murah; maka cari pembeli SEBANYAK mungkin.
Jika produk Anda mahal; maka cari pembeli SECEPAT mungkin.
ex : bisnis tabloid dengan 10.000 pelanggan amatlah minim. menjual 1 rumah selama 2 bulan belum laku juga, sangatlah membebani.

Maka dalam bisnis produk2 berharga murah (consumer goods misalnya), banyaknya pelanggan adalah kunci. karena semakin banyak pelanggan, maka semakin banyak produksi. semakin banyak produksi, maka ongkos produksi bisa dipangkas jauh.

Sedangkan dalam bisnis produk2 berharga mahal (property, mobil, dll) kecepatan menjual adalah hal utama; karena produk2 tersebut punya beban biaya rutin (perawatan, pajak dll) serta penurunan kualitas barang yang tinggi pula, berbanding lurus dengan lamanya dia "menginap" di gudang.

Kiat Bisnis (3) :
Jika sumber daya terbatas, lebih baik mancing di kolam kecil daripada di lautan luas.
Di lautan lepas, banyak sekali ikan. Dari yang kecil sampai yang besar, dan jumlahnya tak terkira. Memang saat kita memancing disana, ada kemungkinan untuk mendapat ikan yang banyak. Tapi siapkah kita dengan badai, gelombang besar, atau ikan besar yang sangat merepotkan saat "nyangkut" di kail kita?

Saat memulai bisnis, saat motto kita : yang penting laku; maka memancing di kolam kecil -- dimana kemungkinan mendapat ikan sangatlah besar -- jauh lebih safe & menguntungkan.

Kiat Bisnis (4) -- ini yang jarang dibahas nih -- :
Prive is Suicide!!!
Prive (arti bebasnya tuh mengambil laba sebelum waktunya); niatnya adalah mengambil laba yang (mungkin) ada di masa depan.

Padahal sesungguhnya, dana yang diambil adalah budget operasional, atau dana taktis yang wajib tersedia sewaktu-waktu. Saat dana tersebut diambil, bisa menyebabkan operasional akan macet (karena gak ada dananya); atau bleeding saat terjadi sesuatu diluar rencana. akhirnya perputaran bisnis akan sangat-sangat-sangat terganggu.

so, be patient, or you will die!!!

Kiat Bisnis (5) :
Cash is the King
Banyak perusahaan yang terlihat bagus dalam catatannya, namun amburadul cash flow-nya. Hal ini biasanya karena terlalu memanjakan konsumen dengan pembayaran via kredit. Akibatnya, seringkali saat kewajiban2 harus dibayarkan, dana belum terkumpul.

Untuk itu perlu dibuat berbagai fasilitas dimana konsumen akan sangat tergiur untuk membayar via cash.Di satu sisi, usahakan sedemikian mungkin, pembayaran2 dilakukan secara kredit atau bertahap; sehingga tidak mengganggu cash flow anda.

Kiat Bisnis (6) :
Jangan pilih2 cari teman.
Teman yang kaya bisa membuat hidup jadi mudah. Teman yang miskin bisa membuat hidup jadi berkah.Teman yang kaya raya; bisa diajak investasi, bisa dihutangi, kalau ada proyek bisa ngajak2 kita; minimal sekali-kali kita ditraktir makan.

Teman yang miskin; bisa jadi lahan sedekah, kadang2 kita dihutangi, bahkan kadang harus ikut menanggung beban keluarganya. Jika kita membantu kesulitan saudara kita, bukankah Allah nanti kelak akan membantu ... Baca Selengkapnyakesulitan hidup kita sendiri?

Minimal, berteman dengan si miskin akan membuat kita merasa cukup dengan apa yang Allah berikan. Rasa cukup inilah kunci untuk membuka pintu keberkahan.



* Afwan Riyadi, salah satu personel tim Nasyid Izzatul Islam (IZZIS)






Selasa, 04 Agustus 2009

Ibu Rumah Tangga = Ribet?????

Ibu Rumah Tangga, dulu ketika mendengar istilah ini yang terbayang adalah sekelompok ibu-ibu yang tak punya kerjaan, hobinya kumpul-kumpul dan menggosip. Pokoknya kerjaan yang nggak banget deh. Hehehe...sadis amat ya ^_^ pengaruh masa kecil yang lumayan jelek nih, punya tetangga yang hobi kumpul tiap sore, kalo anaknya berantem, emaknya juga ikutan ribut. Anaknya sudah tertawa bersama lagi, emaknya masih bawa parang (serius...ini beneran terjadi ).

Seiring berjalannya waktu, persepsi saya tentang ibu rumah tangga berubah. Melalui kajian-kajian dan seminar-seminar yang saya ikuti, saya memahami bahwa ibu rumah tangga adalah suatu pekerjaan yang teramat mulia. Sebab ibulah sekolah pertama sang anak untuk menjalani kehidupannya kelak. Dan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga perlu ilmu dan wawasan yang luas. Sama halnya seperti pekerjaan lain.

Namun kini menjadi sebuah dilema bagi saya. Benarkah menjadi seorang ibu rumah tangga berarti tidak bisa melakukan hal-hal lain karena sudah ribet dengan urusan suami dan anak? Apakah menjadi seorang ibu rumah tangga berarti sudah tidak dapat diganggu lagi untuk urusan dakwah ataupun sosial? Ibu rumah tangga, yang notabene seorang istri, tidak dapat pergi keluar rumah tanpa sang suami yang mengantar? Sudah tidak bisa lagi menjadi seorang pembicara karena tidak sempat lagi mempelajari materinya?

Sedih dan kesal, ketika mendengar seorang teman yang tidak bisa hadir dalam suatu agenda dakwah karena sang suami tidak bisa mengantarkan. Kecewa, saat sahabat lain menolak menjadi petugas bedah buku dengan alasan ribet mengurus anak. Sakit hati saat hampir semua teman seangkatan ’menghilang’ tatkala telah menikah.

Ukhuwah pun terasa sekedarnya saja. Saya akui, iman saya lah yang lemah. Sebagaimana tulisan Salim. A. Fillah, bukan ukhuwah yang hilang, tetapi iman lah yang sedang menurun. Tetapi, tidak boleh kah saya merasa merasa kesepian?

Betapa kagumnya saya pada seorang ibu (ummahat) berprofesi guru, yang tak hanya mengurus 8 orang anaknya tetapi juga mengasuh beberapa majelis ta’lim. Ummahat lain (sedang hamil anak ke-11) saat menemani suami reses, masih sempat mengkoordinir pengurus di suatu organisasi perempuan. Acungan jempol untuk seorang ummahat muda (dengan dua anak, yang masih menyusui) begitu gesit dan lincah menjadi panitia suatu acara, sementara ummahat muda lainnya hanya menjadi tamu. Juga kepada ummahat-ummahat lain, meskipun anaknya masih kecil-kecil, yang tidak menolak tugas-tugas yang dibebankan padanya.

Dalam pemahaman saya, beginilah sosok ibu rumah tangga seharusnya. Tidak hanya mengurus suami dan anak saja, tetapi juga amanah-amanah dakwah. Lantas mengapa para aktivis dakwah tersebut lebih banyak menghilang ketika telah menikah? Saya mendapatkan jawabannya dari seorang ummahat yang masih aktif dalam setiap agenda dakwah, walaupun beliau telah mempunyai dua orang anak dan terikat pada instansi pemerintah. BISA ATAU TIDAK BISA AKTIF ITU TERGANTUNG PADA HATI. Benar juga, saat ini tugas-tugas yang diberikan pada saya serasa beban, karena hati yang merasa berat dan level iman yang rendah. Saya berharap, ketika kelak telah menikah saya tak lantas menghilang. Dakwah akan tetap berlangsung ada ataupun tidak ada kita, namun sungguh rugi jika kita tidak terlibat di dalamnya.

teruntuk shabatku dan saudara seperjuanganku, barakallahu laka wa baraka'alaika wa jama'a bainakuma fii khoiir
semoga pernikahan kalian adalah 1+1 sama dengan 4 bukan 1+1 sama dengan 0

Ini Bukan Dakwah !!!

Ini bukan dakwah, jika apa yang kita sebut kerja dakwah membuat kita lupa tilawah satu juz per hari, beralasan terlalu letih dengan semua aktivitas. Sedang kau tahu kekuatanmu bergerak berasal dari tilawahmu.

Ini bukan dakwah, jika apa yang kita selalu teriakkan -dengan lantang itu- membuat kita selalu terburu-buru lakukan shalat rawatib, bahkan tidak mengerjakannya dengan alasan rawatib hanya sebuah amalan sunnah. Padahal shalat rawatib bisa menutupi banyak ketidakkhusyukan, “diskusi-diskusi” di kepalamu pada saat melakukan shalat-shalat fardlumu. Menyempurnakannya. Kau tahu tapi kau remehkannya.

Ini bukan dakwah, jika apa yang selalu kita serukan -bersama ikhwah- membuat kita selalu saja terlewat mengerjakan qiyamul lail, mencari alasan bahwa kita telah telalu lelah “melayani umat” di siang hari. Umar Bin Khattab mengucapkan, “Jika kuisi malamku dengan tidur sungguh aku telah menyia-nyiakan jiwaku, jika kuisi siangku dengan tidur, sungguh aku telah menyianyiakan rakyatku“. Qiyamul lail adalah kekuatan Shalahuddin Al Ayyubi untuk menaklukkan semua musuhnya. Qiyamul lail adalah kekuatanmu, wahai para pengemban dakwah.

Sungguh ini sama sekali bukan dakwah! Jika dakwah membuatmu berani menunda shalat fardlu tanpa alasan syar’i, tanpa alasan yang jelas. Mengatasnamakan amal, padahal kita tahu bahwa kita seharusnya mengamalkan dalil bukan mendalilkan amal.

Ah…

Sedang kita mengharapkan pertolongan Allah swt. hadir untuk memberi kemudahan kepada kita untuk menempuh perjalanan dakwah yang panjang ini. Sedang kita mengharapkan dukungan Allah swt. hadir untuk menguatkan kita untuk meneruskan tongkat estafet dakwah yang sudah diperjuangkan para pendahulu. Sedang kita mengharapkan pertolongan dari Allah swt. untuk mendorong kita untuk terus maju menegakkan kalimatullah di muka bumi.

Akankah kemudahan, dukungan dan pertolongan itu akan datang dengan kualitas kita yang makin lama makin merosot?

Namun kita lupa bahwa kerja-kerja kita tidak boleh membuat kita jauh dari Allah swt., bahkan seharusnya kita makin dekat kepadaNYA. Makin taat kepadaNYA, makin semangat melakukan ibadah. Bukan malah menurun, bukan malah mengurangi jatah ibadah bahkan sama sekali tidak melakukannya. Ibadah itu kekuatan kita. Dakwah ini tidak hanya perlukan gerak kita, tapi butuh ruh dalam setiap gerakan kita.

Abdullah Azzam mengatakan,

“Amal Islami bukanlah aktivitas yang cukup dikerjakan di saat anda memiliki waktu luang dan bisa Anda tinggalkan saat sibuk. Tidak! Amal Islami terlalu agung dan mulia jika mesti diperlakukan begitu.”

Wallahu a’lam bish shawab….


copas from :http://jsattaubah.multiply.com/