Jumat, 13 Maret 2009

Jalan2 with Ustadzah Ninik.. SERU!!!

Seminggu yang lalu saya diajak ustadzah Ninik untuk menemani beliau mengisi di majlis ta’lim. Saya di’todong’ untuk menemani beliau pada saat saya sedang bantu-bantu guru saya aqiqah anaknya. Kami harus segera pergi saat itu juga karena acara dimulai jam 3 dan jarak perjalanan yang kami tempuh ’normal’nya memakan waktu 5 jam. Saya cuma dikasih waktu setengah jam untuk pulang ke rumah, izin pada ibu dan ambil bawaan seadanya. Biasanya untuk menginap semalam saja di rumah teman, bawaan saya bisa satu ransel (maklum…perempuan banyak peralatannya J ). Tapi kali ini rekor banget deh.... bawaan saya cuma tas tangan yang isinya buku, al-qur’an, mukena dan sikat gigi!! Maka perjalanan lintas kabupaten kami pun di mulai.
Saya katakan ’normal’nya karena biasanya Tembilahan – Rengat saya tempuh dalam waktu 4 jam dan Rengat-Belilas (tujuan kami) 1 jam. Perjalanan kali ini luar biasa, jam 11 berangkat, sampai di tujuan jam 3 lebih dikit, praktis cuma 4 jam!! Padahal medan yang kami tempuh tidak mulus. 63 jembatan sepanjang Tembilahan-Rengat, jalan berlubang plus bergelombang sepanjang Rengat-Belilas dan harus saingan dengan truk gede. Luar biasa memang, sepanjang perjalanan Allah kasih saya pelajaran. Bagi saya 60-80 km/jam biasa saja, ternyata kalo di bonceng ngeri banget. Sport jantung abiss!! Kira-kira begitulah perasaan teman-teman yang pernah boncengan dengan saya (biasa jadi ’tukang ojek’, kali ini jadi penumpang). Pantas aja beberapa teman langsung pasang wajah aneh kalo kebagian saya sebagai ojeknya.
Acaranya hanya berlangsung setengah jam, tapi mengena di hati, karena ustadzah Ninik emang jagonya meng’obok-obok’ hati. Materi pribadi muslimah kaffah, dirasakan jamaah sangat singkat, sehingga mereka langsung booking lagi untuk agenda bulan depan.
Sewaktu ummi Ninik ceramah, hujan lebat disertai angin kencang dan sesekali guruh dan kilat. Melihat keadaan demikian saya berdo’a : jika memang perjalanan kami tidak baik diteruskan, Allah turunkanlah hujan yang sangat besar sehingga tidak mungkin untuk keluar. Rupanya do’a saya kalah dengan do’anya ummi Ninik J beliau sangat ingin menepati janjinya mengisi kajian rutin berikutnya. Menjelang acara berakhir, hujan berubah menjadi rintik-rintik, langit pun terang padahal sebelumnya gelap seperti subuh. Saya bengong....rupanya beginilah kalau orang alim yang berdo’a (makanya tri, banyak ibadah biar do’anya diijabah , jangan main mulu...J )
Jam 4 kami langsung pamitan, karena ummi Ninik ceramah lagi di Harapan Jaya. Artinya kami balik lagi ke arah Tembilahan. Lagi-lagi Allah menunjukkan Kuasa-Nya. Tepat waktu Magrib kami sudah sampai di Bayas Jaya, logikanya seharusnya belum karena jaraknya memakan waktu 3 jam apalagi jalanan licin penuh lumpur dan sempat mampir ke soto medan. Setelah sholat, bersama 1 orang anggota tambahan kami menuju Harapan Jaya. Sebenarnya saya sudah pernah beberapa kali ke sana, juga sudah biasa menyeberang sungai ketika pulang kampung, tapi di malam hari?? Belum pernah!! Pertama : karena tidak diizinkan ortu, kedua : mata saya minus tiga setengah, kalau malam apalagi hujan jarak pandang Cuma beberapa meter walaupun berkacamata. Ternyata ummi Ninik pun sama ’buta’nya dengan saya. Jadilah saya sepanjang perjalanan beristighfar, bertasbih, bertakbir, apa saja yang bisa saya lakukan untuk menenangkan hati yang berkebat-kebit. Terutama ketika di atas pompong (bagi yang tidak tau pompong bayangkan sampan yang dikasi mesin, cuma muat paling banyak 5 motor, di kampung saya lebih baik bisa muat 15 motor). Tanpa lampu, hanya cahaya bulan yang redup, ditambah mitos istana Raja Bujang di tengah sungai, ntah sepias apa wajah saya ketika itu.
Tapi ’penderitaan’ terbayar di Harapan Jaya. Kami dijamu habis-habisan oleh tuan rumah. Inilah momen yang paling menyenangkan kalo ke daerah, walaupun ga ada listrik tapi servisnya oke banget J serasa orang penting hehehe.....
Pagi, sudah siap untuk kembali ke Tembilahan. Agak kaget lihat motor yang ’berbaju’ pasir kering. Sampe ke tempat duduknya berpasir. Bahkan jas hujan saya pun yang aslinya abu-abu jadi ada gradasi kuning. Lumpur pasir kuning kalo kering lebih susah dibersihkan daripada lumpur tanah liat.
Ujian untuk kami rupanya masih berlanjut. Hanya beberapa meter dari penyeberangan motor yang saya kendarai (gantian, giliran saya yang bawa) berhenti mendadak. Ternyata rantainya putus. Alhamdulillah tuan rumah kami bisa bantu menyeberangkan dan bawa ke bengkel, sementara kami melanjutkan perjalanan dengan mobil tambang.
Selesaikah perjalanan kami? Untuk saya ya, ummi Ninik tidak. Beliau masih terus ke Pelangiran, beberapa jam dari Tembilahan dengan kondisi jalan mirip di Harapan Jaya, pas-pasan untuk 2 motor, dengan teman yang lain. Saya tidak ikut karena malamnya ada pernikahan teman di mana saya jadi panitianya.

Hmmm..... tanggal 19 nanti ntah bagaimana lagi serunya perjalanan kami, insya Allah ke kampung halaman saya.

Tidak ada komentar: