Sabtu, 23 Agustus 2008

Nikah............


Nikah, satu kata yang dimaknai dengan banyak arti, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Namun bukanlah definisi nikah itu yang ingin kuceritakan di sini karena telah banyak penulis yang membahasnya. Hanya ingin menceritakan perasaan terhadap kata satu itu.

Ketika masih umur belasan tahun, yang terbayang tentang nikah adalah hal-hal yang penuh keindahan, bunga-bunga bertaburan di mana-mana, bintang berkelap-kelip, kembang api berwarna-warni. Persis seperti cerita Cinderela dan Prince Charming. Benar-benar indah belaka. Happily Ever After. Tidak pernah terbersit sedikitpun ombak dan riak yang akan mengayun bahtera.

Seiring waktu, ketika kuliah bertemu dengan berbagai karakter dari berbagai daerah se-nusantara. Bayangan tentang nikahpun mengalami perubahan. Dari cerita, pengalaman ataupun obrolan teman-teman (yang sebagian besar kudengarkan sambil lalu), nikah sepertinya tak lebih dari pemuasan biologis saja. Jika demikian, kenapa mesti repot melalui proses yang cukup berbelit-belit hanya untuk melegalkan seks ? Meskipun atas nama cinta, toh ujung-ujungnya itu juga. Benar-benar tak bisa kutemukan jawabannya. Karena itu, kata tersebut kusimpan ditempat yang sangat jauh, terkunci rapat-rapat. Jika hanya untuk seks, bukankah bisa dilakukan tanpa nikah sebagaimana dilakukan pemuda jaman sekarang ? Sebenarnya banyak buku yang membahas tentang nikah, bernuansakan islami ataupun tidak. Namun karena tak ingin pusing, setiap buku yang bertemakan dan berjudul nikah tak pernah singgah ditanganku.

Lalu ketika jiwa tersentuh tarbiyah, pelan-pelan mulai kupahami tujuan nikah. Sangat pelan memang, padahal para murabbi telah menjelaskan dengan penuh semangat. Seseorang yang telah memilih jalan ini, hendaklah menjadikan pernikahannya sebagai ladang dakwah, tempat mencetak generasi rabbani, yang nantinya akan membawanya menuju Allah, Insya Allah. Kala itu, kuambil kotak penyimpanan “nikah” dan kubiarkan terbuka. Namun tanya lain telah hadir. Segudang kata “bagaimana” bermunculan. Bagaimana jika sang belahan jiwa tak seperti yang kuinginkan ?. Bagaimana jika ia tak bisa membimbingku di jalanNya, atau sebaliknya, bagaimana jika aku yang tak mampu bertahan ? Bagaimana……bagaimana……. Setumpuk kekhawatiran tak perlu yang memenuhi benak, sehingga akhirnya kotak itu kukesampingkan meski tetap kubiarkan terbuka.

Kini, 26 tahun sudah usiaku. Setahun telah lewat dari usia yang dianggap matang. Satu persatu kuterima undangan, teman nun jauh di sana ataupun teman dekat. Dari yang hanya bisa kuucapkan do’a lewat sms sampai yang bisa kuhadiri sebagai panitia. Tanya bertambah. Fenomena yang sebenarnya telah ada sejak dulu, menjadi trend lagi. Tak hanya disekitarku, tapi juga ditempat lain, seorang aktivis yang sangat aktif di medan dakwah ketika lajangnya, menghilang tanpa kabar ketika telah menikah. Dalam suatu diskusi, topik ini dibahas. Bermacam-macam alasan dikemukakan. Salah satunya, bisa jadi ‘menghilangnya’ sang aktivis sebenarnya merupakan suatu proses untuk menyiapkan generasi penerus yang, Insya Allah, lebih baik dari mereka. Namun hal ini bukanlah menjadi suatu pembenaran bagi sang aktivis untuk tidak terlibat dalam dakwah. Suatu pemikiran yang sampai saat ini masih terngiang-ngiang dalam benakku.

Jika mereka di masa lajang memiliki kontribusi yang luar biasa dalam dakwah, masih menghilang ketika menikah, bagaimana denganku nanti ?? Akankah aku tetap dalam barisan atau justru lenyap tanpa bekas bak kabut, mengingat kontribusiku yang sangat minim pada dakwah ini? Hanya Allah yang mengetahui jawabnya.

3 komentar:

Hesa Wahid mengatakan...

ass...
salam kenal
Menikah memang ga hanya sesimpel untuk melegalkan sex tapi juga ga ga rumit-rumit amat...
bagus banget tulisannya ukhti, analisanya tajam

Anonim mengatakan...

Kontribusi dakwah.
Hm...
Orang bijak bilang "kehebatan seseorang bukan pada lamanya ia berkecimpung dalam dakwah, tp seberapa banyak kontribusi yang diberikan dengan hati yang Ikhlas". kontribusi itu bisa trus, truus dan truuus diberikan dengan komitmen yang kuat dan keyakinan bahwa dakwa takkan pernah MAATI!
Memberikan kontribusi gak hanya dengan kita pergi ke sani-sini, kerumah si itu, ke kota ini. Caranya? kitakan punya binaan dan adik2 penerus generasi? Kita bina dan tuntun mereka, dengan semangat dakwah dan kalau perlu, sediakan keperluan financial mereka...
Ya... minimal transferkan pulsa graatizzz. Wallaahu 'aalam

IzzahTy mengatakan...

to anonim, coba tinggalin alamat atawa nomor hape, jadi bisa ane transfer pulsa, tapi tetep bayar boo
(ciri khasnya pedagang pulsa :))